Senin, 02 Juni 2014

Eni Nur'aeni: MAKALAH ILMU TERNAK POTONG (KONSEP PERTUMBUHAN TER...

Eni Nur'aeni: MAKALAH ILMU TERNAK POTONG (KONSEP PERTUMBUHAN TER...: MAKALAH DISKUSI HASIL PRAKTIKUM ILMU TERNAK POTONG “ KONSEP PERTUMBUHAN TERNAK SAPI DAN KERBAU” ...

MAKALAH ILMU TERNAK POTONG (KONSEP PERTUMBUHAN TERNAK SAPI DAN KERBAU)



MAKALAH DISKUSI HASIL PRAKTIKUM
ILMU TERNAK POTONG
KONSEP PERTUMBUHAN TERNAK SAPI DAN KERBAU”


 









Disusun Oleh:
Nama
NIM
Dadi Diana
D1E012044
Amalia Imamatul A
D1E012052
Irindiyani
D1E012062
Pelita
D1E012067
Eni Nur’aeni
D1E012068
Pinuji Rahayu
D1E012082
Herlambang Priyambada
D1E012095
Taufik Ismail
D1E012163
M Didan Alfiqy
D1E012138
Rizki Budi K
D1E012110



KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS PETERNAKAN
PURWOKERTO
2014




LEMBAR PENGESAHAN
MAKALAH DISKUSI HASIL PRAKTIKUM
ILMU TERNAK POTONG



Oleh :

Nama
NIM
Dadi Diana
D1E012044
Amalia Imamatul A
D1E012052
Irindiyani
D1E012062
Pelita
D1E012067
Eni Nur’aeni
D1E012068
Pinuji Rahayu
D1E012082
Herlambang Priyambada
D1E012095
Taufik Ismail
D1E012163
M Didan Alfiqy
D1E012138
Rizki Budi K
D1E012110



Diterima dan disetujui
Pada tanggal:………………………


Koordinator Asisten




Irvan Priehanggara
  NIM. D1E010126
Asisten Pendamping




Irvan Priehanggara
   NIM. D1E010126




RINGKASAN
Ternak potong dipelihara bertujuan untuk meningkatkan produksi daging sedangkan tenaganya dimanfaatkan untuk membantu parapetani membajak sawah. Berdasarkan fungsi yang berbeda tersebut, maka kedua jenis ternak ini memiliki perototan yang berbeda pula. Ternak potong yang jarang digunakan untuk bekerja memiliki bentuk otot yang tidak begitu menonjol (tidak kentara) dibandingkan ternak kerja. Namun pada prinsipnya kedua ternak tersebut mempunyai susunan perototan yang tidak berbeda dan bentuk susunan otot atau perdagingan bisa diamati dengan jelas setelah ternak itu dipotong atau dikuliti. Pertumbuhan ternak potong meliputi pertumbuhan pre natal dan post natal. Pertumbuhan pre natal adalah pertumbuhan yang terjadi atau berlangsung di dalam kandungan induk dan pertumbuhan post natal adalah pertumbuhan yang terjadi atau berlangsung mulai ternak dilahirkan sampai mati.
















KATA PENGANTAR

Puji syukur penyusun panjatkan kehadirat Alah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah Nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan laporan akhir praktikum Ilmu Ternak Potong ini. Tidak lupa penyusun mengucapkan terimakasih kepada:
1.    Kepala Laboratorium Ilmu Ternak Potong, Fakultas Peternakan Universitas Jenderal Soedirman.
2.    Dosen pengampu mata kuliah Ilmu Ternak Potong.
3.    Semua asisten yang telah memberi arahan serta bimbingannya dalam menyelesaikan laporan akhir praktikum ini.
4.    Rekan-rekan semua yang telah memberikan dorongan semangat dan dukungan dalam melaksanakan praktikum serta penyusunan laporan akhir ini.
            Penyusun menyadari bahwa laporan ini jauh dari sempurna. Oleh karena itu kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan, semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca dan perkembangan ilmu peternakan.


Purwokerto,  Juni  2014

                                                                                                             Penulis








DAFTAR ISI
                                                                                                Halaman
SAMPUL...................................................................................................................... i
LEMBAR PENGESAHAN....................................................................................... ii
RINGKASAN............................................................................................................. iii
KATA PENGANTAR............................................................................................... iv
DAFTAR ISI................................................................................................................ v
DAFTAR TABEL ......................................................................................... .......... vi
DAFTAR GAMBAR...................................................................................... ......... vii
I. PENDAHULUAN....................................................................................... ........... 1
1.1 Latar Belakang ................................................................................................ 1
1.2 Tujuan.................................................................................................... ........... 2
1.3 WaktudanTempat................................................................................. ........... 2
II.MATERI DAN CARA KERJA.................................................................. ........... 3
2.1 Materi..................................................................................................... ........... 3
2.2 Cara Kerja............................................................................................. ........... 3
III.TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................ ........... 4
IV.HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................. ........... 6
4.1 Hasil........................................................................................................ ........... 6
4.1.1 Data Statistik Vital Ternak............................................................................ 6
4.1.2PenilaianKondisiLuarTernak....................................................................... 7
4.2 Pembahasan......................................................................................... ........... 9
4.2.1 KonsepPertumbuhanSapiPotong.................................................. ........... 9
4.2.2 KonsepPertumbuhanKerbauPotong............................................. ......... 16
V.KESIMPULAN........................................................................................... ......... 18
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... ......... 19





DAFTAR TABEL
Tabel                                                                                                                Halaman     
Tabel 1.Statistik Vital TernakSapi.......................................................................... 6
Tabel 2.Statistik Vital TernakKerbau.......................................................... ........... 7
Tabel 3.PenilaianKondisiLuarTernak.................................................................... 8








DAFTAR GAMBAR
Gambar                                                                                                             Halaman









I.              PENDAHULUAN
1.1.        Latar  Belakang
Ternak potongdi Indonesia terutama sapi dan kerbau sebagian besar masih dipelihara secara tradisional. Hal ini masih banyak dijumpai di daerah pedesaan. Pemeliharaan ternak potong masih bersifat sebagai usaha sambilan disamping usaha pokoknya sebagai petani. Ternak-ternak yang dipelihara biasanya disesuaikan dengan selera petani peternak, ada yang  menyukai memelihara sapi atau kerbau (ternak potong besar) untuk mendukung usaha pertaniannya, ada pula yang menyukai memelihara ternak kambing atau domba (ternak potong kecil) atau keduanya, sedangkan babi hanya dipelihara di daerah tertentu. Petani tradisional kebanyakan lebih memilih ternak dari bangsa lokal dibandingkan ternak impor atau luar. Sejauh ini ternak sapi yang dipelihara di desa berasal dari bangsa sapi PO (Peranakan Ongole) yang dikenal sebagai sapi-sapi putih. Ternak kerbau yang biasanya banyak dipelihara adalah kerbau lumpur.
Pertumbuhan ternak potong meliputi pertumbuhan pre natal dan post natal.  Pertumbuhan pre natal adalah pertumbuhan yang terjadi atau berlangsung di dalam kandungan induk dan pertumbuhan post natal adalah pertumbuhan yang terjadi atau berlangsung mulai ternak dilahirkan sampai mati. Fase pertumbuhan pada umur pedet, cempe berbeda dengan fase pertumbuhan pada ternak muda dan dewasa. Mempelajari konsep pertumbuhan pada ternak maka praktikan dapat mengetahui kapan waktu yang tepat untuk memelihara sesuai dengan tujuan tertentu (pembesaran, penggemukan dan sebagainya).
Ternak potong dipelihara bertujuan untuk meningkatkan produksi daging sedangkan tenaganya dimanfaatkan untuk membantu para petani membajak sawah. Berdasarkan fungsi yang berbeda tersebut, maka kedua jenis ternak ini memiliki perototan yang berbeda pula. Ternak potong yang jarang digunakan untuk bekerja memiliki bentuk otot yang tidak begitu menonjol (tidak kentara) dibandingkan ternak kerja. Namun pada prinsipnya kedua ternak tersebut mempunyai susunan perototan yang tidak berbeda dan bentuk susunan otot atau perdagingan bisa diamati dengan jelas setelah ternak itu dipotong atau dikuliti. Praktikum ini dilaksanakan untuk menunjang mata kuliah ilmu ternak potong, sehingga mahasiswa dapat mempelajajari konsep pertumbuhan pada ternak potong. Mahasiswa juga diharapkan dapat mengetahui kapan waktu yang tepat untuk pemeliharaan sesuai dengan tujuan tertentu.

1.2.        Tujuan
Tujuan praktikum ini adalah agar mahasiswa memahami tentang fenomena pertumbuhan pada ternak potong khususnya pada periode post natal. Setelah mengikuti praktikum mahasiswa dapat membuat pola pertumbuhan pada ternak sapi dan kerbau. Disamping itu dengan mengetahui dan memahami konsep pertumbuhan ini mahasiswa diharapkan dapat menentukan kapan ternak potong memiliki pertumbuhan yang optimal dalam menghasilkan produk utama berupa daging. Pada akhirnya mahasiswa dapat membuat rencana perkembangan usaha ternak potong

1.3.        Waktu dan Tempat
Praktikum ilmu ternak potong dilaksanakan hari Sabtu, 03 Mei 2014 Pukul 09.00 sampai selesai bertempat di Pasar Hewan UPT Pasar Sokaraja.















II.            TINJAUAN PUSTAKA

Pertumbuhan adalah suatu perubahan irreversible pada setiap perubahan waktu tertentu. Perubahan ukuran tersebut meliputi perubahan bobot tubuh, perubahan bentuk ukuran linier tubuh dan perubahan komponen kimia tubuh seperti air, protein, dan mineral  atau bisa dikatakan bahwa pertumbuhan merupakan perubahan berat tubuh. Hal ini dikarenakan proses pertumbuhan erat kaitannya dengan banyaknya produk bentuk pertumbuhan dalam masa pertumbuhan, yang paling mencolok adalah pertumbuhan pada tulangnya. Namun nanti setelah dewasa  pertumbuhan yang paling terlihat adalah pertumbuhan pada perlemakan dan perdagingannya (Sudarmono,2008).
Pertumbuhan ternak potong pada dasarnya mengalami dua tahap yaitu tahap pre natal yang terletak di dalam tubuh induk dan tahap pertumbuhan post natal yang terjadi sejak ternak dilahirkan, dewasa sampai mati. Pertumbuhan post natal dapat diukur dengan cara menimbang tubuh ternak, mengamati performannya, secara eksterior dengan membandingkannya dengan ternak lain. Pengukuran bobot badan dapat dilakukan dengan menggunakan lingkar dada ternak, panjang tubuh dan lain-lainnya dengan menggunakan rumus yang berbeda antar species ternak (Frandson,1992).
Keistimewaan ternak kerbau dibanding ternak yang lain adalah kemampuannnya yang tinggi dalam mencerna serat kasar. Dengan kemampuan itu, ternak kerbau memiliki kemampuan pertambahan berat rata-rata per hari lebih tingi dibanding ternak sapi. Oleh karena itu potensi ternak kerbau sebagai ternak potong cukup baik. Sayangnya, warna dagingnya lebih tua dan keras dibanding daging sapi sehingga sebagai ternak potong kerbau tidak begitu populer  (Suharno, 1995).
Kerbau yang sering digunakan sebagai kerbau kerja adalah tipe lumpur atau rawa.  Jenis kerbau ini banyak ditemukan di daerah Asia Tenggara seperti Indonesia, Malaysia, Philipina, Vietnam, Laos, Birma dan Thailand (Murti T.W, 1988). Kerbau jenis lumpur merupakan kerbau jenis lokal yang banyak dijumpai di berbagai daerah. Kerbau belang yang terdapat di Tana Toraja merupakan salah satu contoh kerbau tipe ini. Karena berbadan besar dan lebar maka kerbau belang ini lebih cocok dijadikan sebagai pedaging. Bobot badan kerbau jantan dan betina dewasa dapat mencapai 700 – 800 kg (Suharno, 1995).

























III.           MATERI DAN CARA KERJA
3.1 Materi
Peralatan yang harus digunakan dalam praktikum konsep pertumbuhan ternak adalah jas praktikum, sepatu kandang, cocard, alat tulis, pita ukur atau metline, buku kerja, dan kamera. Materi praktikum meliputi ternak potong besar (sapi, kerbau).
3.2 Cara Kerja


 
















IV.          HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil
4.1.1. Data Statistik Vital Ternak
a. Ternak Sapi                                                                                                                          
Tabel 1.Statistik Vital Ternak Sapi PO
No
Periode Umur Ternak
Sapi
LD (cm)
PB (cm)
TB (cm)
BB (kg)
1.     
Anak Jantan
169
94
126
299,26


172
92
133
324
Rata-rata
170,5
93
129,5
311,64
2.     
Muda Jantan
170
96
127
338,5


174
99
133
316,84
Rata-rata
172
97,5
130
327,67
3.     
Dewasa Jantan
172
94
131
309,76


178
98
134
400
Rata-rata
175
96
132,5
354,88
4.     
Anak Betina
120
95
129
153,76


89
75
90
86,49
Rata-rata
125,5
85
86
120,125
5.     
Muda Betina
152
126
134
316,84


126
61
82
169
Rata-rata
139
93.5
108
242,92
6.     
Dewasa Betina
162
108
134
275,56


142
112
134
213,16
Rata-rata
152
110
134
244,31





b. Ternak kerbau
Tabel  2. Statistik Vital Ternak Kerbau Rawa
No.
Periode Umur Ternak
Kerbau
LD (cm)
PB (cm)
TB (cm)
BB (kg)
1.   
Anak jantan
136
82
108
184,79


134
80
110
176,41
Rata-rata
135
81
109
180,6
2.   
Muda jantan
156
89
110
268,59


186
88
112
243,45
Rata-rata
150
88,5
111
256,02
3.   
Dewasa jantan
168
90
130
318,87


166
93
132
310,49
Rata-rata
167
91,5
131,5
314,68
4.   
Anak betina
116
59
111
100,89


124
59
111
134,51
Rata-rata
120
59
111
117,75
5.   
Muda betina
150
78
112
243,48


148
83
129
235,07
Rata-rata
149
80,5
120,5
239,2
6.   
Dewasa jantan
164
97
132
302,11


162
107
133
293,73
Rata-rata
163
102
132,5
297,92








4.1.2. Penilaian Kondisi Luar Ternak
Tabel 3.Penilaian Kondisi Luar Ternak
No. ternak
Kesan Umum (x2)
Perlemakan (x1)
Perdagingan
Total Skor
Kondisi
(G, S, K)
Tengkuk, dada, dan bahu (x1)
Punggungdan pinggang (x3)
Paha (x3)
1.
4
3
3
6
6
22
S
2.
4
4
4
9
9
30
S
3.
4
4
3
6
9
26
S
4.
4
4
3
6
9
26
S
5.
8
3
4
12
9
36
G
6.
6
2
4
9
9
30
S
7.
4
2
3
6
6
21
S
8.
6
4
4
9
12
35
S
9.
8
4
4
12
9
37
G
10.
8
3
3
9
9
35
S
11.
8
4
4
12
9
37
G
12.
8
4
4
12
12
40
G

Keterangan :
( G : Gemuk, S : Sedang, K : Kurus )
Gemuk  = ≥ 36
Sedang = 26-35
Kurus    = ≤ 25

Gambar 1. Grafik pertumbuhan Kerbau
Gambar 2. Grafik pertumbuhan sapi



4.2. Pembahasan
4.2.1 Konsep Pertunbuhan Sapi Potong
Sapi potong dimanfaatkan untuk diambil dagingnya. Sebagian peternak sapi hanya melakukan kegiatan pembesaran saja, dalam hal ini peternak membeli bibit sapi muda dan memeliharanya sampai besar. Setelah layak dikonsumsi, sapi tersebut lalu dijual. Meskipun demikian, masih banyak peternak yang memelihara sapi bukan hanya untuk dibesarkan saja, melainkan sekaligus untuk dikawinkan agar jumlah sapi bertambah (Suharno, 1995).
Sapi potong yang diternakkan di Indonesia amat beragam jenisnya. Meskipun demikian, asal-usulnya masih dapat diketahui. Ada 3 kelompok tetua sapi yang berperan menurunkan sapi yang berperan menurunkan sapi yang dikenal sekarang. Bos sondaicus alias banteng yang masih hidup di Ujung Kulon. Kedua Bos indicus alias sapi Zebu yang banyak hidup di India. Ketiga adalah Bos taurus yang dikenal juga sebagai sapi eropa.
Kondisi ternak yang diamati sangat bervariasi yaitu ada yang sedang dan gemuk. Ternak yang baik adalah tidak terlalu gemuk ataupun terlalu kecil, lemak optimal, daging maksimal.Statistik vital ternak dapat diketahui dengan mengukur lingkar dada, panjang badan dan tinggi badan. Dengan diketahuinya data-data tersebut maka dapat diduga bobot ternak sapi tersebut dengan rumus:
BB Sapi Lokal = 
BB Sapi Impor = 
            Pertumbuhan adalah suatu perubahanyang tidak beraturan pada setiap perubahan waktu tertentu. Perubahan ukuran tersebut meliputi perubahan bobot tubuh, perubahan bentuk ukuran linier tubuh dan perubahan komponen kimia tubuh seperti air, protein, dan mineral  atau bisa dikatakan bahwa pertumbuhan merupakan perubahan berat tubuh. Hal ini dikarenakan proses pertumbuhan erat kaitannya dengan banyaknya produk bentuk pertumbuhan dalam masa pertumbuhan, yang paling mencolok adalah pertumbuhan pada tulangnya. Namun nanti setelah dewasa  pertumbuhan yang paling terlihat adalah pertumbuhan pada perlemakan dan perdagingannya (Sudarmono dan Sugeng, 2008).
Pertumbuhan ternak potong pada dasarnya mengalami dua tahap yaitu tahap pre-natal dan post-natal yang terjadi sejak ternak dilahirkan, dewasa sampai mai. Pertumbuhan post natal dapat diukur dengan cara menimbang tubuh ternak, mengamati performannya, secara eksterior dengan membandingkannya dengan ternak lain. Pengukuran bobot badan dapat dilakukan dengan menggunakan lingkar dada ternak, panjang tubuh dan lain-lainnya dengan menggunakan rumus yang berbeda antar species ternak (Frandson,1992).
Memperoleh suatu score yang baik para peternak bisa melakukan pengamatan dari berbagai arah, yakni dari arah samping, belakang dan depan, kemudian memegang dan mengukur sapi-sapi tadi.  Menurut Aak (1991), sapi-sapi dapat di identifikasi dari 3 arah yaitu pengamatan dari samping, pengamatan dari belakang dan pandangan dari samping.Caramenilai seekor sapi, diperlukan pengukuran pada bagian tubuh, hanya bagian-bagian penting saja yang perlu dilakukan adalah pengukuran.  Bagian-bagian tersebut adalah panjang tubuh, tinggi badan, dan lingkar dada (Aak,1991).
a)    Pertumbuhan saat pedet lahir
Pedet lahir pencapaian berat badan baru sekitar 8%. Secara berurutan yang tumbuh atau berbentuk setelah lahir ialah saraf, kerangka, dan otot yang menyelubungi seluruh kerangka. Semua itu sudah terbentuk semenjak masih berada di dalam kandungan. Namun, pada saat pedet lahir ukuran kepala relaif besar dengan kaki yang panjang dan tubuh yang kecil. Hal tersebut terjadi karena di dalam proses pertumbuhan setiap bagian tubuh berbeda-beda. Misalnya kepala dan kaki bagian tubuh yang tumbuh paling awal dari pada bagian tubuh yang lain.  Sedangkan bagian punggung, pinggang, dan paha baru akan tumbuh kemudian.
Dibandingkan dengan sapi dewasa, pedet atau sapi muda kakinya lebih tinggi dan dadanya kelihatan lebih sempit. Kaki belakang lebih panjang dari pada kaki depan. Dengan demikian sapi muda berkaki lebih tinggi, berbadan pendek atau dangkal dan tipis (kerempeng), serta berkepala lebih pendek. Semakin bertambah umurnya semakin memanjang ukuran kepalanya.
Umur 1-8 bulan sapi masih digolongkan pedet. Pada fase sapi pedet pertumbuhan mulai memasuki fase percepatan, dimana fase ini sapi akan tumbuh dengan maskimal apabila didukung oleh pakan, lingkungan dan manajemen pemeliharaan yang baik. Pertumbuhan pedet mengalami peningkatan pada bulan pertama dan ke dua masing-masing sebesar 0,36 kg dan 0,40 kg dan akan mengalami penurunan pada bulan ke-7 menjadi 0,17 kg (Hartati, 2008). Pedet pra sapih yang mempunyai pertumbuhan dan perkembangan yang semakin bagus akan menyebabkan penurunan yang semakin besar terhadap kondisi tubuh induk sampai pedet umur 5 bulan. Bestari dkk (1999) melaporkan bahwa pertumbuhan pedet dari lahir sampai umur 120 hari adalah pertumbuhan dalam periode laktasi, sehingga kecepatan pertumbuhan pedet sangat tergantung kepada kemampuan produksi susu induk. Jadi bobot sapih yang tinggi nantinya akan menghasilkan pedet dengan pertumbuhan dan perkembangan yang lebih baik. Pertumbuhan yang baik pada umur pedet ditunjukkan pula oleh hasil penelitian Maharani (2001) dengan interval satu bulan yaitu 37.44; 62.50 dan 103.62. Hal tersebut membuktikan bahwa pada fase pedet sapi akan tumbuh dengan optimal, oleh karena itu dibutuhkan penanganan yang baik dan benar (Sudono et al. 2003).
A.  Muda
          Umur 9-24 bulan sapi sudah memasuki umur dara, pada umur ini sapi sudah mengalami pubertas. Pubertas pada sapi menunjukkan titik dimana sapi akan mulai memperlihatkan laju pertumbuhan yang melambat setelah pubertas. Pada rentang umur 9-24 bulan, sapi sudah mulai menunjukkan tanda-tanda dewasa kealmin, pada rentang umur ini sapi sudah dapat dikawinkan. Pertumbuhan sapi dara sebelum melahirkan anak pertama tergantung pada cara pemeliharaan dan pemberian pakan, namun demikian umumnya para peternak selalu mengabaikan pemeliharaan yang baik dan layak.). Sudono et al. (2003) menjelaskan bahwa target bobot badan sapi dara umur 8-14 bulan adalah 200-300 kg.
Sapi-sapi dara dapat dikawinkan pertama kali setelah sapi tersebut berumur 15 bulan dan ukuran tubuhnya cukup besar dengan berat badan sekitar 275 kg, supaya sapi-sapi dara dapat beranak umur 2 tahun. Hasil penelitian Hartati (2008) di Lembang Barat menunjukkan bobot badan 275 kg akan dicapai sekitar umur 11-12 bulan dan bobot badan 350 kg akan dicapai sekitar umur 17-18 bulan. Pemeliharaan yang baik serta pemberian ransum yang berkualitas, sapi dara akan terus tumbuh sampai umur 4-5 tahun. Bila sapi dara tidak mendapatkan ransum yang cukup ditinjau dari segi kualitas dan kuantitas, maka akan terjadi hal-hal sebagai berikut : (a) Pada waktu sapi dara beranak pertama kali, maka besar atau bobot badannya tidak akan mencapai ukuran normal, (b) Sapi terlambat beranak untuk pertama kalinya dan (c) Produksi cenderung akan rendah, tidak sesuai dengan yang diharapkan (Sutardi 1981). Menurut Soeparno (1992) kurva pertumbuhan merupakan pencerminan kemampuan suatu individu atau populasi untuk mengaktualisasikan diri sekaligus sebagai ukuran berkembangnya bagian-bagian tubuh hingga mencapai ukuran maksimal (dewasa) pada kondisi lingkungan tertentu. Lingkungan tersebut dapat berupa level produksi individu, kuantitas dan kualitas pakan, lokasi dan lingkungan secara umum. Model linier tersebut mempunyai kelemahan yaitu adanya salah penafsiran seolah-olah pertumbuhan ternak linier dan positif sehingga akan terjadi salah penafsiran. Model linier tidak mengenal lajuperumbuhan yang akan mulai berkurang setelah mengalami titik infleksi yang biasanya terjadi pada waktu pubertas.
B.  Dewasa
Ternak mengalami pertumbuhan secara cepat sejak lahir sampai ternak mencapai dewasa kelamin. Pada periode ini ternak mengalami pertumbuhan jaringan dan otot secara cepat. Setelah mencapai dewasa kelamin, ternak tetap mengalami pertumbuhan, dengan kecepatan pertumbuhan semakin berkurang sampai dengan pertumbuhan tulang dan otot berhenti (Hartati, 2008). Periode pertumbuhan diawali dengan pertumbuhan tulang yang sangat cepat. Laju pertumbuhan otot menurun dan deposisi lemak meningkat setelah ternak mengalami pubertas (Soeparno, 1992). Bobot ternak muda akan meningkat terus dengan laju pertambahan bobot badan yang tinggi sampai pubertas dengan kondisi lingkungan yang terkendali. Bobot badan meningkat terus dengan laju pertambahan bobot badan yang semakin menurun setelah pubertas dan peningkatan bobot badan tidak terjadi setelah dewasa tubuh dicapai (Maharani, 2001). Saat ternak tumbuh dewasa pertumbuhan akan berhenti. Pemberian pakan yang berlebkih akan menyebabakan pertumbuhan yang terjadi pada tubuh ternak.
Data hasil pengamatan berdasarkan kurva pertumbuhan sapi menunjukan adanya peningkatan pertumbuhan dari pertumbuhan pedet jantan, muda jantan, dan dewasa jantan. Kurva pertumbuhan pada sapi jantan menunjukkan peningkatan yang hampir membentuk kurva sigmoid hanya saja pada sapi jantan dewasa umur 4 tahun mengalami peningkatan yang cukup drastis, sedangkan pertumbuhan pada sapi betina berdasarkan kurva tersebut mengalami peningkatan pertumbuhan yang tinggi dari anak, muda dan dewasa serta sapi betina umur 4 tahun. Kurva pertumbuhan sigmoid terbentuk, karena umur tidak menyebabkan peningkatan berat tubuh, tetapi memberikan kesempatan kepada ternak untuk tumbuh mencapai dewasa dan berinteraksi dengan lingkungan. Laju pertumbuhan mula-mula terjadi sangat lambat, kemudian cepat selanjutnya berangsur-angsur menurun atau melambat dan berhenti setelah mencapai dewasa (Soeparno, 1992). Menurut Smith (1976) pertumbuhan positif mempunyai kesamaan dengan fase pertumbuhan cepat yang terjadi pada ternak sebelum dewasa kelamin dan pertumbuhan negatif terjadi setelah pertumbuhan lambat.
Sapi akan mengalami pertumbuhan yang cepat saat pubertas dan pertumbuhan mulai menurun pada saat kedewasaan tubuh telah tercapai. Semakin tua usia sapi, maka terjadi penurunan kadar air dalam pertambahan berat tubuh, tetapi sebaliknya terjadi penambahan lemak yang diikuti sedikit penurunan protein dan abu. Perubahan-perubahan yang terjadi tersebut menyebabkan kenaikan energi bila ternak sapi bertambah tua (Murtidjo, 1990).
Pertumbuhan sapi jantan cenderung lebih cepat dalam pencapaian bobot badan saat pubertas, namun perkembangan terhadap kemasakan kelamin cenderung lebih lambat dibandingkan dengan sapi betina. Saat pencapaian muda ke dewasa kandungan daging dalam tubuhnya lebih banyak dibandingkan dengan kandungan lemak dalam tubuhnya. Pertumbuhan pada sapi betina lambat dalam pencapaian bobot badan saat pubertas, namun kemasakan kelamin lebih cepat dibandingkan pada sapi jantna. Saat muda ke dewasa pertumbuhan lemak pada tubuhnya cenderung lebih banyak jika dibandingkan dengan pertumbuhan dagingnya.

A.   Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan
Kecepatan  pertumbuhan untuk masing-masing ternak tidak akan selalu sama dan  hal ini disebabkan pengaruh dari beberapa faktor, antara lain :
1.  Aspek genetik
Bangsa ternak yang dikategorikan sebagai bangsa yang besar maka akan memiliki kecepatan  tumbuh yang lebih besar dibandingkan dengan bangsa ternak yang tergolong kecil. Perbedaan dalam tingkat sel antara embrio dari bangsa kecil (lokal) dengan bangsa besar (unggul) sudah terjadi 48 jam setelah fertilisasi. Beberapa contoh bangsa sapi yang dikategorikan sebagai bangsa sapi unggul yang terdapat diIndonesia, antara lain sapi Simmental, Hereford, Angus, Limousin, dan, Brahman.
Performans induk merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi laju pertumbuhan pedet. Sedangkan faktor genetik yang turut mempengaruhi adalah performans dan prestasi genetik dari pejantan yang digunakan. Bobot lahir pedet yang berbeda diduga erat kaitanya dengan sifat genetik induk yang memiliki mothering ability yang berbeda dalam memelihara kebuntingan. Menurut Tilman et al., (1991) bahwa sapi induk yang sedang buntingakan mendahulukan pemanfaatan nutrien yang ada di dalam tubuhnya untuk pedetnya dan akan mengakhirkan pembongkaran nutrien yang ada di tubuh pedet untuk kebutuhan tubuh induk saat mengalami kekurangan nutrien. Pertumbuhan sapi potong pra sapih sangat dipengaruhi oleh sifat mothering ability induknya.
2.  Aspek Pakan/Nutrisi
Pertumbuhan ternak secara optimum dapat tercapai apabila faktor makanan  mengandung semua zat gizi (nutrisi; nutrient) yang diperlukan oleh tubuh (protein, energi, vitamin, mineral) serta diberikan dalam jumlah yang cukup dan seimbang sesuai dengan jenis ternak, periode pertumbuhannya (umur, berat) dan tujuan pemeliharaan. Perbedaan tingkat pemberian nutrisi pada semua umur sejak fase foetus bukan hanya mengubah pertumbuhan secara umum, tetapi juga mempengaruhi jaringan dan berbagai organ. Dengan demikian, ternak dengan tingkat pemberian nutrisi yang berbeda walaupun bangsa, umur dan beratnya sama akan sangat berbeda dalam bentuk dan konformasinya. Ternak yang diberi makanan dibawah tingkatan kebutuhan hidup pokoknya (submaintenance) maka berbagai jaringan dalam tubuh akan dipakai untuk mensuplai energi dan protein untuk hidup pokoknya.
3.  Aspek Hormonal
Pertumbuhan diatur oleh hormon pertumbuhan yang mempunyai fungsi untuk memacu sel tubuh agar berkembang dan membesar. Hormon pertumbuhan dari pituitary akan merangsang pertumbuhan yang pengaruhnya melalui sejumlah peptida serum dan somatomedium, sedangkan hormon lainnya yang mempengaruhi pertumbuhan misalnya androgen, estrogen, hormon tiroid dari glukokortikoid bekerjanya dengan mengubah produksi dan aktivitas somato medium.
4.   Jenis Kelamin
Hormon kelamin dapat berfungsi sebagai hormon pertumbuhan dengan memacu sel tubuh agar berkembang dan membesar sebagaimana hormon pertumbuhan lainnya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pertumbuhan urat daging ternak jantan cenderung lebih besar daripada pertumbuhan urat daging ternak betina. Hal ini merupakan refleksi perbedaan dalam ukuran badan secara keseluruhan dipengaruhi oleh jenis kelamin.
5.  Aspek Lingkungan
Suhu lingkungan yang secara normal dapat ditoleransi oleh organisme berkisar antara 0–40o C, tetapi kisaran suhu lingkungan yang ideal untuk pertumbuhan ternak secara optimal adalah 18–22o C. Persoalan regulasi panas pada ternak mempunyai kepentingan ekonomis, dimana sapi dan domba cenderung mempertahankan suhu tubuhnya pada level konstan yang optimum untuk aktivitas biologisnya. Mengekpos ternak pada suhu panas atau dingin dalam waktu yang lama akan melibatkan perubahan hormon yang spesifik terhadap kedua stress tersebut, tetapi mengekpos ternak secara mendadak terhadap suhu panas dan dingin sangat berbahaya karena akan menimbulkan reaksi yang kompleks dari sistem endokrin yang disebut general adaptation syndrome. Ternak sapi yang tinggal di daerah beriklim dingin pada umumnya akan memiliki tubuh yang kompak dengan kaki dan leher yang pendek dan ditutupi oleh bulu yang panjang. Ternak sapi yang dipelihara di daerah beiklim sedang akan mempunyai kerangka yang relatif kurang kompak. Ternak sapi yang berasal dari daerah panas (tropis) akan mempunyai kerangka persegi, anggota badan yang lebih besar dan terdapat lipatan kulit yang menggantung antara kerongkongan dan dada serta memiliki bulu yang sangat pendek.


4.2.2 Konsep Pertumbuhan Kerbau Potong
Keistimewaan ternak kerbau dibanding ternak yang lain adalah kemampuannnya yang tinggi dalam mencerna serat kasar. Dengan kemampuan itu, ternak kerbau memiliki kemampuan pertambahan berat rata-rata per hari lebih tingi dibanding ternak sapi. Oleh karena itu potensi ternak kerbau sebagai ternak potong cukup baik. Sayangnya, warna dagingnya lebih tua dan keras dibanding daging sapi sehingga sebagai ternak potong kerbau tidak begitu populer  (Suharno, 1995).
Klasifikasi kerbau termasuk genus Bubalus. Dalam perkembangannya, kerbau memiliki beberapa jenis atau tipe yang memiliki sifat-sifat khusus. Secara umum, tipe kerbau digolongkan menjadi dua kelompok besar yaitu kerbau tipe perah dan tipe pedaging. Kerbau yang diamati dalam praktikum ini adalah kerbau tipe pedaging atau tipe kerja.
Kerbau yang digunakan sebagai penghasil daging dan kerja adalah jenis kerbau lumpur (swamp buffalo). Menurut Murtidjo (1990), kerbau yang sering digunakan sebagai kerbau kerja adalah tipe lumpur atau rawa.  Jenis kerbau ini banyak ditemukan di daerah Asia Tenggara seperti Indonesia, Malaysia, Philipina, Vietnam, Laos, Birma dan Thailand. Kerbau jenis lumpur merupakan kerbau jenis lokal yang banyak dijumpai di berbagai daerah. Kerbau belang yang terdapat di Tana Toraja merupakan salah satu contoh kerbau tipe ini. Karena berbadan besar dan lebar maka kerbau belang ini lebih cocok dijadikan sebagai pedaging. Bobot badan kerbau jantan dan betina dewasa dapat mencapai 700 – 800 kg (Suharno, 1995).
Pertumbuhan ternak potong meliputi pertumbuhan pre-natal dan post-natal. Pertumbuhan prenatal adalah pertumbuhan yang terjadi atau berlangsung di dalam kandungan induknya sedangkan pertumbuhan post-natal adalah pertumbuhan sejak ternak dilahirkan sampai ternak tersebut mati. Fase pertumbuhan pada umur pedet berbeda dengan fase pertumbuhan pada fase muda dan dewasa. Pertumbuhan postnatal dapt diukur dengan cara menimbang ternak dan dapat diamati secara eksterior dengan membandingkan bentuk atau performans tubuh ternak yang bersangkutan.
Baik tidaknya kualitas seekor ternak dapat diketahui melalui identitas ternak tersebut. Identitas ternak dalam hal ini adalah bangsa ternak tersebut. Menurut Blakely dan Bade (1994) menyatakan bahwa pemilikan suatu bangsa tergantung pada kesukaan peternak, keadaan lingkungan, kemampuan adaptasi, efisiensi produksi, kemampuan memelihara dan menyusui anak, ukuran badan, pertambahan berat badan, dan sifat- sifat lain yang cocok dengan keinginan peternak yang bersangkutan. Bangsa ternak yang diamati pada praktikum ini adalah sapi PO, Charolais , Simmental, kerbau lumpur dan kerbau sungai.
Kondisi ternak yang diamati sangat bervariasi yaitu ada yang sedang dan gemuk. Ternak yang baik adalah tidak terlalu gemuk ataupun terlalu kecil, lemak optimal, daging maksimal.Statistik vital ternak dapat diketahui dengan mengukur lingkar dada, panjang badan dan tinggi badan. Dengan diketahuinya data – data tersebut maka dapat diduga bobot ternak  kerbau tersebut dengan rumus :
BB = 4,19 X LD – 385,05
Kerbau yang berada di Pasar Hewan Sokaraja berasal dari para peternak sekitar Banyumas yang kebanyakan mereka membuka usaha tersebut hanya untuk sambilan dari kerbau yang diamati memiliki ciri-ciri :
Warna kulit       : Berwarna hitam dan coklat
Bentuk muka   : Cembung untuk semua jenis kerbau
Gelambir           : idak bergelambir
Punuk               : Untuk kambing yang besar berpunuk tetapi                                                                          untuk  yang   kecil tidak
Bentuk Tanduk           : Melingkar kebelakang
Bentuk kuku    : Genap
Bentuk telinga : Tegak
Bentuk Ekor     : Panjang melingkar dan panjang                                                                                                menggantung
Postur tubuh    : Gemuk dan sedang.
Kerbau yang terdapat di Pasar Hewan Sokaraja berasal dari peternakan rakyat dimana mereka berharap dengan menukar atau menjual kerbaunya mereka akan memperolaeh keuntungan untuk menambah pendapatan mereka.



V.           KESIMPULAN
1. Pertumbuhan adalah suatu perubahan irreversible pada setiap perubahan waktu tertentu. Perubahan ukuran tersebut meliputi perubahan bobot tubuh, perubahan bentuk ukuran linier tubuh dan perubahan komponen kimia tubuh seperti air, protein, dan mineral  atau bisa dikatakan bahwa pertumbuhan merupakan perubahan berat tubuh.
2. Pertumbuhan ternak potong pada dasarnya mengalami dua tahap yaitu tahap pre natal yang terletak di dalam tubuh induk dan tahap pertumbuhan post natal yang terjadi sejak ternak dilahirkan, dewasa sampai mati.
3. Ternak yang masih pedet, pertumbuhan tulang paling dominan kemudian diiukuti pertumbuhan daging pada ternak muda dan terakhir pertumbuhan lemak pada ternak dewasa.
4. Memperoleh suatu score yang baik para peternak bisa melakukan pengamatan dari berbagai arah, yakni dari arah samping, belakang dan depan, kemudian memegang dan mengukur sapi-sapi tadi.
5. Pertumbuhan ternak secara normal akan mengikuti kurva pertumbuhan seperti huruf S atau bentuk sigmoid.










DAFTAR PUSTAKA
Aak, 1991. Petunjuk Beternak Sapi Potong dan Kerja. Kanisius. Yogyakarta.
Blakely and Bade. 1994. dalam Muhibbah, Vina. 2007. “Parameter Tubuh dan Sifat-Sifat Karkas Sapi Potong pada Kondisi Tubuh yang Berbeda.” Skripsi. Program Studi Teknologi Produksi Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.
Bestari, J., A. R. Seregar, Y. Sani dan Polmer situmorang. 1999. Produktifitas Empat Bangsa Pedet Sapi Potong Hasil IB Di Kabupaten Agan Sumatra Barat. Pros. Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner.Bogor, Publishing Peternakan.
Frandson, R.D. 1992. Anatomi dan Fisiologi Ternak. UGM Press. Yogyakarta.
Hartati dan M. D. Dicky. 2008. Hubungan Bobot Hidup Induk Saat Melahirkan Terhadap Pertumbuhan Pedet Sapi PO di FOUNDATION STOCK. Pasuruan, Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner.
Maharani, Indah. 2001. Beternak Sapi Potong. Penebar Swadaya. Jakarta.
Murti, T. W. dan G. Ciptadi. 1998. Kerbau Perah dan Kerbau Kerja. PT. Mediatama Sarana Perkasa. Jakarta.
Murtidjo, Bambang Agus. 1990. Beternak Sapi Potong. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.
Smith, A.J. 1976. Cattle Production in Developing Countries , Lewis Reprinn Ltd, San Fransisco.
Sudarmono dan sugeng bambang. 2008. Sapi Potong dan Pemeliharaan,            Perbaikan Produksi, Prospek Bisnis, Analisis Penggemukan. Penebar Swadaya. Jakarta.
Sudono, A dan Setiadi. Sapi Potong PO. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.
Sugeng, B,Y. 1993. Sapi Potong. Penebar Swadaya. Jakarta.
Suharno, B. 1995. Ternak Komersial. Penebar Swadaya. Jakarta.
Soeparno, 1992. Ilmu Teknologi Daging. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Sutardi, Ahmad. 1981. Pertumbuhan Sapi Potong. Penebar Swadaya. Jakarta.
Tillman, dkk. 1991. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.