Senin, 02 Juni 2014
Eni Nur'aeni: MAKALAH ILMU TERNAK POTONG (KONSEP PERTUMBUHAN TER...
Eni Nur'aeni: MAKALAH ILMU TERNAK POTONG (KONSEP PERTUMBUHAN TER...: MAKALAH DISKUSI HASIL PRAKTIKUM ILMU TERNAK POTONG “ KONSEP PERTUMBUHAN TERNAK SAPI DAN KERBAU” ...
MAKALAH ILMU TERNAK POTONG (KONSEP PERTUMBUHAN TERNAK SAPI DAN KERBAU)
MAKALAH DISKUSI
HASIL PRAKTIKUM
ILMU
TERNAK POTONG
“KONSEP PERTUMBUHAN TERNAK SAPI DAN KERBAU”
Disusun Oleh:
Nama
|
NIM
|
Dadi
Diana
|
D1E012044
|
Amalia
Imamatul A
|
D1E012052
|
Irindiyani
|
D1E012062
|
Pelita
|
D1E012067
|
Eni
Nur’aeni
|
D1E012068
|
Pinuji
Rahayu
|
D1E012082
|
Herlambang
Priyambada
|
D1E012095
|
Taufik
Ismail
|
D1E012163
|
M
Didan Alfiqy
|
D1E012138
|
Rizki
Budi K
|
D1E012110
|
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS
JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS PETERNAKAN
PURWOKERTO
2014
LEMBAR PENGESAHAN
MAKALAH DISKUSI HASIL PRAKTIKUM
ILMU
TERNAK POTONG
Oleh :
Nama
|
NIM
|
Dadi
Diana
|
D1E012044
|
Amalia
Imamatul A
|
D1E012052
|
Irindiyani
|
D1E012062
|
Pelita
|
D1E012067
|
Eni
Nur’aeni
|
D1E012068
|
Pinuji
Rahayu
|
D1E012082
|
Herlambang
Priyambada
|
D1E012095
|
Taufik
Ismail
|
D1E012163
|
M
Didan Alfiqy
|
D1E012138
|
Rizki
Budi K
|
D1E012110
|
Diterima dan disetujui
Pada tanggal:………………………
Koordinator
Asisten
Irvan Priehanggara
NIM. D1E010126
|
Asisten
Pendamping
Irvan Priehanggara
NIM. D1E010126
|
RINGKASAN
Ternak potong dipelihara bertujuan untuk
meningkatkan produksi daging sedangkan tenaganya dimanfaatkan untuk membantu parapetani
membajak sawah. Berdasarkan fungsi yang berbeda tersebut, maka kedua jenis ternak
ini memiliki perototan yang berbeda pula. Ternak potong yang jarang digunakan untuk
bekerja memiliki bentuk otot yang tidak begitu menonjol (tidak kentara)
dibandingkan ternak kerja. Namun pada prinsipnya kedua ternak tersebut mempunyai
susunan perototan yang tidak berbeda dan bentuk susunan otot atau perdagingan bisa
diamati dengan jelas setelah ternak itu dipotong atau dikuliti. Pertumbuhan ternak
potong meliputi pertumbuhan pre natal dan
post natal. Pertumbuhan pre natal adalah pertumbuhan yang
terjadi atau berlangsung di dalam kandungan induk dan pertumbuhan post natal adalah pertumbuhan yang
terjadi atau berlangsung mulai ternak dilahirkan sampai mati.
KATA PENGANTAR
Puji
syukur penyusun panjatkan kehadirat Alah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayah Nya
sehingga penyusun dapat menyelesaikan laporan akhir praktikum Ilmu Ternak Potong ini. Tidak lupa
penyusun mengucapkan
terimakasih kepada:
1.
Kepala Laboratorium Ilmu Ternak Potong, Fakultas Peternakan Universitas
Jenderal Soedirman.
2.
Dosen pengampu mata kuliah Ilmu Ternak Potong.
3.
Semua asisten yang telah memberi arahan serta
bimbingannya dalam menyelesaikan laporan akhir praktikum ini.
4.
Rekan-rekan semua yang telah memberikan
dorongan semangat dan dukungan dalam melaksanakan praktikum
serta penyusunan laporan akhir ini.
Penyusun menyadari bahwa laporan ini
jauh dari sempurna. Oleh karena itu kritik dan saran yang
bersifat membangun sangat penulis harapkan, semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca dan perkembangan ilmu
peternakan.
Purwokerto, Juni 2014
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
SAMPUL...................................................................................................................... i
LEMBAR PENGESAHAN....................................................................................... ii
RINGKASAN............................................................................................................. iii
KATA
PENGANTAR............................................................................................... iv
DAFTAR
ISI................................................................................................................ v
DAFTAR
TABEL ......................................................................................... .......... vi
DAFTAR
GAMBAR...................................................................................... ......... vii
I. PENDAHULUAN....................................................................................... ........... 1
1.1 Latar Belakang
................................................................................................ 1
1.2 Tujuan.................................................................................................... ........... 2
1.3 WaktudanTempat................................................................................. ........... 2
II.MATERI DAN CARA KERJA.................................................................. ........... 3
2.1 Materi..................................................................................................... ........... 3
2.2 Cara Kerja............................................................................................. ........... 3
III.TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................ ........... 4
IV.HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................. ........... 6
4.1 Hasil........................................................................................................ ........... 6
4.1.1 Data Statistik Vital Ternak............................................................................ 6
4.1.2PenilaianKondisiLuarTernak....................................................................... 7
4.2 Pembahasan......................................................................................... ........... 9
4.2.1 KonsepPertumbuhanSapiPotong.................................................. ........... 9
4.2.2 KonsepPertumbuhanKerbauPotong............................................. ......... 16
V.KESIMPULAN........................................................................................... ......... 18
DAFTAR
PUSTAKA ................................................................................... ......... 19
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
Tabel 1.Statistik Vital TernakSapi..........................................................................
6
Tabel 2.Statistik Vital TernakKerbau.......................................................... ........... 7
Tabel 3.PenilaianKondisiLuarTernak.................................................................... 8
DAFTAR GAMBAR
Gambar
Halaman
I.

PENDAHULUAN


1.1.
Latar Belakang
Ternak potongdi Indonesia terutama sapi dan kerbau
sebagian besar masih dipelihara secara tradisional. Hal ini masih banyak
dijumpai di daerah pedesaan. Pemeliharaan ternak potong masih bersifat sebagai
usaha sambilan disamping usaha pokoknya sebagai petani. Ternak-ternak yang
dipelihara biasanya disesuaikan dengan selera petani peternak, ada yang menyukai memelihara sapi atau kerbau (ternak potong
besar) untuk mendukung usaha pertaniannya, ada pula yang menyukai memelihara
ternak kambing atau domba (ternak potong kecil) atau keduanya, sedangkan babi hanya dipelihara di
daerah tertentu. Petani tradisional kebanyakan lebih memilih ternak dari bangsa
lokal dibandingkan ternak impor atau luar. Sejauh ini ternak sapi yang
dipelihara di desa berasal dari bangsa sapi PO (Peranakan Ongole) yang dikenal sebagai sapi-sapi
putih. Ternak kerbau yang biasanya banyak dipelihara adalah kerbau lumpur.
Pertumbuhan ternak potong meliputi
pertumbuhan pre natal dan post natal. Pertumbuhan pre natal adalah pertumbuhan yang terjadi atau berlangsung di dalam
kandungan induk dan pertumbuhan post
natal adalah pertumbuhan yang terjadi atau berlangsung mulai ternak
dilahirkan sampai mati. Fase pertumbuhan pada umur pedet, cempe berbeda dengan
fase pertumbuhan pada ternak muda dan dewasa. Mempelajari
konsep pertumbuhan pada ternak maka praktikan dapat mengetahui kapan waktu yang
tepat untuk memelihara sesuai dengan tujuan tertentu (pembesaran, penggemukan
dan sebagainya).
Ternak potong dipelihara bertujuan untuk
meningkatkan produksi
daging sedangkan tenaganya dimanfaatkan untuk membantu para petani membajak sawah.
Berdasarkan fungsi yang berbeda tersebut,
maka kedua jenis ternak ini
memiliki perototan yang berbeda pula. Ternak
potong yang jarang digunakan untuk bekerja
memiliki bentuk otot yang tidak begitu menonjol (tidak kentara) dibandingkan
ternak kerja. Namun pada prinsipnya kedua ternak tersebut
mempunyai susunan perototan yang tidak berbeda dan bentuk susunan otot atau
perdagingan bisa diamati dengan jelas setelah ternak itu dipotong atau
dikuliti. Praktikum ini dilaksanakan untuk
menunjang mata kuliah ilmu ternak potong, sehingga mahasiswa dapat
mempelajajari konsep pertumbuhan pada ternak potong. Mahasiswa juga diharapkan dapat mengetahui
kapan waktu yang tepat untuk pemeliharaan sesuai dengan tujuan tertentu.
1.2.
Tujuan
Tujuan praktikum ini adalah agar mahasiswa
memahami tentang fenomena pertumbuhan pada ternak potong khususnya pada periode
post natal. Setelah mengikuti
praktikum mahasiswa dapat membuat pola pertumbuhan pada ternak sapi dan kerbau.
Disamping itu dengan mengetahui dan memahami konsep pertumbuhan ini mahasiswa
diharapkan dapat menentukan kapan ternak potong memiliki pertumbuhan yang optimal
dalam menghasilkan produk utama berupa daging. Pada akhirnya mahasiswa dapat
membuat rencana perkembangan usaha ternak potong
1.3.
Waktu
dan Tempat
Praktikum ilmu ternak potong dilaksanakan
hari Sabtu, 03 Mei 2014 Pukul 09.00 sampai selesai bertempat di Pasar Hewan UPT
Pasar Sokaraja.
II.
TINJAUAN PUSTAKA
Pertumbuhan adalah suatu perubahan irreversible pada setiap perubahan waktu
tertentu. Perubahan ukuran tersebut meliputi perubahan bobot tubuh, perubahan
bentuk ukuran linier tubuh dan perubahan komponen kimia tubuh seperti air,
protein, dan mineral atau bisa dikatakan
bahwa pertumbuhan merupakan perubahan berat tubuh. Hal ini dikarenakan proses
pertumbuhan erat kaitannya dengan banyaknya produk bentuk pertumbuhan dalam
masa pertumbuhan, yang paling mencolok adalah pertumbuhan pada tulangnya. Namun
nanti setelah dewasa pertumbuhan yang
paling terlihat adalah pertumbuhan pada perlemakan dan perdagingannya
(Sudarmono,2008).
Pertumbuhan ternak potong pada dasarnya
mengalami dua tahap yaitu tahap pre natal yang terletak di dalam tubuh induk
dan tahap pertumbuhan post natal yang terjadi sejak ternak dilahirkan, dewasa
sampai mati. Pertumbuhan post natal dapat diukur dengan cara menimbang tubuh
ternak, mengamati performannya, secara eksterior dengan membandingkannya dengan
ternak lain. Pengukuran bobot badan dapat dilakukan dengan menggunakan lingkar
dada ternak, panjang tubuh dan lain-lainnya dengan menggunakan rumus yang
berbeda antar species ternak (Frandson,1992).
Keistimewaan ternak kerbau
dibanding ternak yang lain adalah kemampuannnya yang tinggi dalam mencerna
serat kasar. Dengan kemampuan itu, ternak kerbau memiliki kemampuan pertambahan
berat rata-rata per hari lebih tingi dibanding ternak sapi. Oleh karena itu
potensi ternak kerbau sebagai ternak potong cukup baik. Sayangnya, warna
dagingnya lebih tua dan keras dibanding daging sapi sehingga sebagai ternak
potong kerbau tidak begitu populer
(Suharno, 1995).
Kerbau yang sering digunakan
sebagai kerbau kerja adalah tipe lumpur atau rawa. Jenis kerbau ini banyak ditemukan di daerah
Asia Tenggara seperti Indonesia, Malaysia, Philipina, Vietnam, Laos, Birma dan
Thailand (Murti T.W, 1988). Kerbau jenis lumpur
merupakan kerbau jenis lokal yang banyak dijumpai di berbagai daerah. Kerbau
belang yang terdapat di Tana Toraja merupakan salah satu contoh kerbau tipe
ini. Karena berbadan besar dan lebar maka kerbau belang ini lebih cocok
dijadikan sebagai pedaging. Bobot badan kerbau jantan dan betina dewasa dapat
mencapai 700 – 800 kg (Suharno, 1995).
III.

MATERI DAN CARA KERJA


3.1 Materi
Peralatan
yang harus digunakan dalam praktikum konsep pertumbuhan ternak adalah jas praktikum,
sepatu kandang, cocard, alat tulis,
pita ukur atau metline, buku kerja,
dan kamera. Materi praktikum meliputi ternak potong besar (sapi, kerbau).
3.2 Cara Kerja
![]() |
IV.

HASIL
DAN PEMBAHASAN


4.1. Hasil
4.1.1. Data Statistik Vital Ternak
a. Ternak Sapi
Tabel
1.Statistik Vital Ternak Sapi PO
No
|
Periode Umur Ternak
|
Sapi
|
|||
LD
(cm)
|
PB
(cm)
|
TB
(cm)
|
BB
(kg)
|
||
1.
|
Anak
Jantan
|
169
|
94
|
126
|
299,26
|
|
|
172
|
92
|
133
|
324
|
Rata-rata
|
170,5
|
93
|
129,5
|
311,64
|
|
2.
|
Muda
Jantan
|
170
|
96
|
127
|
338,5
|
|
|
174
|
99
|
133
|
316,84
|
Rata-rata
|
172
|
97,5
|
130
|
327,67
|
|
3.
|
Dewasa
Jantan
|
172
|
94
|
131
|
309,76
|
|
|
178
|
98
|
134
|
400
|
Rata-rata
|
175
|
96
|
132,5
|
354,88
|
|
4.
|
Anak
Betina
|
120
|
95
|
129
|
153,76
|
|
|
89
|
75
|
90
|
86,49
|
Rata-rata
|
125,5
|
85
|
86
|
120,125
|
|
5.
|
Muda
Betina
|
152
|
126
|
134
|
316,84
|
|
|
126
|
61
|
82
|
169
|
Rata-rata
|
139
|
93.5
|
108
|
242,92
|
|
6.
|
Dewasa
Betina
|
162
|
108
|
134
|
275,56
|
|
|
142
|
112
|
134
|
213,16
|
Rata-rata
|
152
|
110
|
134
|
244,31
|
b. Ternak kerbau
Tabel 2. Statistik Vital Ternak Kerbau Rawa
No.
|
Periode Umur Ternak
|
Kerbau
|
|||
LD
(cm)
|
PB
(cm)
|
TB
(cm)
|
BB
(kg)
|
||
1.
|
Anak
jantan
|
136
|
82
|
108
|
184,79
|
|
|
134
|
80
|
110
|
176,41
|
Rata-rata
|
135
|
81
|
109
|
180,6
|
|
2.
|
Muda
jantan
|
156
|
89
|
110
|
268,59
|
|
|
186
|
88
|
112
|
243,45
|
Rata-rata
|
150
|
88,5
|
111
|
256,02
|
|
3.
|
Dewasa
jantan
|
168
|
90
|
130
|
318,87
|
|
|
166
|
93
|
132
|
310,49
|
Rata-rata
|
167
|
91,5
|
131,5
|
314,68
|
|
4.
|
Anak
betina
|
116
|
59
|
111
|
100,89
|
|
|
124
|
59
|
111
|
134,51
|
Rata-rata
|
120
|
59
|
111
|
117,75
|
|
5.
|
Muda
betina
|
150
|
78
|
112
|
243,48
|
|
|
148
|
83
|
129
|
235,07
|
Rata-rata
|
149
|
80,5
|
120,5
|
239,2
|
|
6.
|
Dewasa
jantan
|
164
|
97
|
132
|
302,11
|
|
|
162
|
107
|
133
|
293,73
|
Rata-rata
|
163
|
102
|
132,5
|
297,92
|
4.1.2. Penilaian Kondisi Luar Ternak
Tabel
3.Penilaian Kondisi Luar Ternak
No.
ternak
|
Kesan
Umum (x2)
|
Perlemakan
(x1)
|
Perdagingan
|
Total
Skor
|
Kondisi
(G,
S, K)
|
||
Tengkuk,
dada, dan bahu (x1)
|
Punggungdan
pinggang (x3)
|
Paha
(x3)
|
|||||
1.
|
4
|
3
|
3
|
6
|
6
|
22
|
S
|
2.
|
4
|
4
|
4
|
9
|
9
|
30
|
S
|
3.
|
4
|
4
|
3
|
6
|
9
|
26
|
S
|
4.
|
4
|
4
|
3
|
6
|
9
|
26
|
S
|
5.
|
8
|
3
|
4
|
12
|
9
|
36
|
G
|
6.
|
6
|
2
|
4
|
9
|
9
|
30
|
S
|
7.
|
4
|
2
|
3
|
6
|
6
|
21
|
S
|
8.
|
6
|
4
|
4
|
9
|
12
|
35
|
S
|
9.
|
8
|
4
|
4
|
12
|
9
|
37
|
G
|
10.
|
8
|
3
|
3
|
9
|
9
|
35
|
S
|
11.
|
8
|
4
|
4
|
12
|
9
|
37
|
G
|
12.
|
8
|
4
|
4
|
12
|
12
|
40
|
G
|
Keterangan :
( G : Gemuk, S : Sedang,
K : Kurus )
Gemuk = ≥ 36
Sedang
= 26-35
Kurus = ≤ 25

Gambar 1. Grafik pertumbuhan Kerbau

Gambar 2. Grafik pertumbuhan sapi
4.2.1 Konsep Pertunbuhan Sapi Potong
Sapi potong dimanfaatkan
untuk diambil dagingnya. Sebagian peternak sapi hanya melakukan kegiatan
pembesaran saja, dalam hal ini peternak membeli bibit sapi muda dan
memeliharanya sampai besar. Setelah layak dikonsumsi, sapi tersebut lalu
dijual. Meskipun demikian, masih banyak peternak yang memelihara sapi bukan
hanya untuk dibesarkan saja, melainkan sekaligus untuk dikawinkan agar jumlah
sapi bertambah (Suharno, 1995).
Sapi potong yang diternakkan
di Indonesia amat beragam jenisnya. Meskipun demikian, asal-usulnya masih dapat
diketahui. Ada 3 kelompok tetua sapi yang berperan menurunkan sapi yang
berperan menurunkan sapi yang dikenal sekarang. Bos sondaicus alias
banteng yang masih hidup di Ujung Kulon. Kedua Bos indicus alias sapi
Zebu yang banyak hidup di India. Ketiga adalah Bos taurus yang dikenal
juga sebagai sapi eropa.
Kondisi ternak yang diamati
sangat bervariasi yaitu ada yang sedang dan gemuk. Ternak yang baik adalah
tidak terlalu gemuk ataupun terlalu kecil, lemak optimal, daging
maksimal.Statistik vital ternak dapat diketahui dengan mengukur lingkar dada,
panjang badan dan tinggi badan. Dengan diketahuinya data-data tersebut maka dapat
diduga bobot ternak sapi tersebut dengan rumus:
BB Sapi Lokal = 

BB Sapi Impor = 

Pertumbuhan
adalah suatu perubahanyang tidak beraturan pada setiap perubahan waktu
tertentu. Perubahan ukuran tersebut meliputi perubahan bobot tubuh, perubahan
bentuk ukuran linier tubuh dan perubahan komponen kimia tubuh seperti air,
protein, dan mineral atau bisa dikatakan
bahwa pertumbuhan merupakan perubahan berat tubuh. Hal ini dikarenakan proses
pertumbuhan erat kaitannya dengan banyaknya produk bentuk pertumbuhan dalam
masa pertumbuhan, yang paling mencolok adalah pertumbuhan pada tulangnya. Namun
nanti setelah dewasa pertumbuhan yang
paling terlihat adalah pertumbuhan pada perlemakan dan perdagingannya
(Sudarmono dan Sugeng, 2008).
Pertumbuhan ternak potong pada dasarnya mengalami
dua tahap yaitu tahap pre-natal dan post-natal yang terjadi sejak ternak
dilahirkan, dewasa sampai mai. Pertumbuhan post natal dapat diukur dengan cara
menimbang tubuh ternak, mengamati performannya, secara eksterior dengan
membandingkannya dengan ternak lain. Pengukuran bobot badan dapat dilakukan
dengan menggunakan lingkar dada ternak, panjang tubuh dan lain-lainnya dengan
menggunakan rumus yang berbeda antar species ternak (Frandson,1992).
Memperoleh
suatu score yang baik para peternak bisa melakukan pengamatan dari berbagai
arah, yakni dari arah samping, belakang dan depan, kemudian memegang dan
mengukur sapi-sapi tadi. Menurut Aak
(1991), sapi-sapi dapat di
identifikasi dari 3 arah yaitu pengamatan dari samping, pengamatan dari
belakang dan pandangan dari samping.Caramenilai seekor sapi, diperlukan
pengukuran pada bagian tubuh, hanya bagian-bagian penting saja yang perlu
dilakukan adalah pengukuran.
Bagian-bagian tersebut adalah panjang tubuh, tinggi badan, dan lingkar
dada (Aak,1991).
a) Pertumbuhan saat pedet lahir
Pedet
lahir pencapaian berat badan baru sekitar 8%. Secara berurutan yang tumbuh atau
berbentuk setelah lahir ialah saraf, kerangka, dan otot yang menyelubungi
seluruh kerangka. Semua itu sudah terbentuk semenjak masih berada di dalam
kandungan. Namun, pada saat pedet lahir ukuran kepala relaif besar dengan kaki
yang panjang dan tubuh yang kecil. Hal tersebut terjadi karena di dalam proses
pertumbuhan setiap bagian tubuh berbeda-beda. Misalnya kepala dan kaki bagian
tubuh yang tumbuh paling awal dari pada bagian tubuh yang lain. Sedangkan bagian punggung, pinggang, dan paha
baru akan tumbuh kemudian.
Dibandingkan
dengan sapi dewasa, pedet atau sapi muda kakinya lebih tinggi dan dadanya
kelihatan lebih sempit. Kaki belakang lebih panjang dari pada kaki depan.
Dengan demikian sapi muda berkaki lebih tinggi, berbadan pendek atau dangkal
dan tipis (kerempeng), serta berkepala lebih pendek. Semakin bertambah umurnya
semakin memanjang ukuran kepalanya.
Umur 1-8 bulan sapi masih digolongkan pedet.
Pada fase sapi pedet pertumbuhan mulai memasuki fase percepatan, dimana fase
ini sapi akan tumbuh dengan maskimal apabila didukung oleh pakan, lingkungan
dan manajemen pemeliharaan yang baik. Pertumbuhan pedet mengalami peningkatan
pada bulan pertama dan ke dua masing-masing sebesar 0,36 kg dan 0,40 kg dan
akan mengalami penurunan pada bulan ke-7 menjadi 0,17 kg (Hartati, 2008). Pedet
pra sapih yang mempunyai pertumbuhan dan perkembangan yang semakin bagus akan
menyebabkan penurunan yang semakin besar terhadap kondisi tubuh induk sampai pedet
umur 5 bulan. Bestari dkk
(1999) melaporkan bahwa pertumbuhan pedet dari lahir sampai umur 120 hari
adalah pertumbuhan dalam periode laktasi, sehingga kecepatan pertumbuhan pedet
sangat tergantung kepada kemampuan produksi susu induk. Jadi bobot sapih yang
tinggi nantinya akan menghasilkan pedet dengan pertumbuhan dan perkembangan
yang lebih baik. Pertumbuhan yang baik pada umur pedet ditunjukkan pula oleh
hasil penelitian Maharani (2001) dengan interval satu bulan yaitu 37.44; 62.50
dan 103.62. Hal tersebut membuktikan bahwa pada fase pedet sapi akan tumbuh
dengan optimal, oleh karena itu dibutuhkan penanganan yang baik dan benar
(Sudono et al. 2003).
A. Muda
Umur 9-24 bulan sapi sudah memasuki
umur dara, pada umur ini sapi sudah mengalami pubertas. Pubertas pada sapi
menunjukkan titik dimana sapi akan mulai memperlihatkan laju pertumbuhan yang
melambat setelah pubertas. Pada rentang umur 9-24 bulan, sapi sudah mulai
menunjukkan tanda-tanda dewasa kealmin, pada rentang umur ini sapi sudah dapat
dikawinkan. Pertumbuhan sapi dara sebelum melahirkan anak pertama tergantung
pada cara pemeliharaan dan pemberian pakan, namun demikian umumnya para
peternak selalu mengabaikan pemeliharaan yang baik dan layak.). Sudono et al.
(2003) menjelaskan bahwa target bobot badan sapi dara umur 8-14 bulan adalah 200-300
kg.
Sapi-sapi
dara dapat dikawinkan pertama kali setelah sapi tersebut berumur 15 bulan dan
ukuran tubuhnya cukup besar dengan berat badan sekitar 275 kg, supaya sapi-sapi
dara dapat beranak umur 2 tahun. Hasil penelitian Hartati (2008) di Lembang Barat menunjukkan bobot badan
275 kg akan dicapai sekitar umur 11-12 bulan dan bobot badan 350 kg akan
dicapai sekitar umur 17-18 bulan. Pemeliharaan yang baik serta pemberian ransum
yang berkualitas, sapi dara akan terus tumbuh sampai umur 4-5 tahun. Bila sapi
dara tidak mendapatkan ransum yang cukup ditinjau dari segi kualitas dan
kuantitas, maka akan terjadi hal-hal sebagai berikut : (a) Pada waktu sapi dara
beranak pertama kali, maka besar atau bobot badannya tidak akan mencapai ukuran
normal, (b) Sapi terlambat beranak untuk pertama kalinya dan (c) Produksi
cenderung akan rendah, tidak sesuai dengan yang diharapkan (Sutardi 1981).
Menurut Soeparno
(1992) kurva pertumbuhan merupakan pencerminan
kemampuan suatu individu atau populasi untuk mengaktualisasikan diri sekaligus
sebagai ukuran berkembangnya bagian-bagian tubuh hingga mencapai ukuran
maksimal (dewasa) pada kondisi lingkungan tertentu. Lingkungan tersebut dapat
berupa level produksi individu, kuantitas dan kualitas pakan, lokasi dan
lingkungan secara umum. Model linier tersebut mempunyai kelemahan yaitu adanya
salah penafsiran seolah-olah pertumbuhan ternak linier dan positif sehingga
akan terjadi salah penafsiran. Model linier tidak mengenal lajuperumbuhan yang
akan mulai berkurang setelah mengalami titik infleksi yang biasanya terjadi
pada waktu pubertas.
B. Dewasa
Ternak
mengalami pertumbuhan secara cepat sejak lahir sampai ternak mencapai dewasa
kelamin. Pada periode ini ternak mengalami pertumbuhan jaringan dan otot secara
cepat. Setelah mencapai dewasa kelamin, ternak tetap mengalami pertumbuhan,
dengan kecepatan pertumbuhan semakin berkurang sampai dengan pertumbuhan tulang
dan otot berhenti (Hartati, 2008). Periode pertumbuhan diawali dengan
pertumbuhan tulang yang sangat cepat. Laju pertumbuhan otot menurun dan
deposisi lemak meningkat setelah ternak mengalami pubertas (Soeparno, 1992).
Bobot ternak muda akan meningkat terus dengan laju pertambahan bobot badan yang
tinggi sampai pubertas dengan kondisi lingkungan yang terkendali. Bobot badan meningkat
terus dengan laju pertambahan bobot badan yang semakin menurun setelah pubertas
dan peningkatan bobot badan tidak terjadi setelah dewasa tubuh dicapai (Maharani, 2001). Saat
ternak tumbuh dewasa pertumbuhan akan berhenti. Pemberian pakan yang berlebkih
akan menyebabakan pertumbuhan yang terjadi pada tubuh ternak.
Data
hasil pengamatan berdasarkan kurva pertumbuhan sapi menunjukan adanya
peningkatan pertumbuhan dari pertumbuhan pedet jantan, muda jantan, dan dewasa
jantan. Kurva pertumbuhan pada sapi jantan menunjukkan peningkatan yang hampir
membentuk kurva sigmoid hanya saja pada sapi jantan dewasa umur 4 tahun
mengalami peningkatan yang cukup drastis, sedangkan pertumbuhan pada sapi betina
berdasarkan kurva tersebut mengalami peningkatan pertumbuhan yang tinggi dari
anak, muda dan dewasa serta sapi betina umur 4 tahun. Kurva pertumbuhan sigmoid
terbentuk, karena umur tidak menyebabkan peningkatan berat tubuh, tetapi
memberikan kesempatan kepada ternak untuk tumbuh mencapai dewasa dan
berinteraksi dengan lingkungan. Laju pertumbuhan mula-mula terjadi sangat
lambat, kemudian cepat selanjutnya berangsur-angsur menurun atau melambat dan
berhenti setelah mencapai dewasa (Soeparno,
1992). Menurut Smith (1976) pertumbuhan positif mempunyai kesamaan dengan fase
pertumbuhan cepat yang terjadi pada ternak sebelum dewasa kelamin dan
pertumbuhan negatif terjadi setelah pertumbuhan lambat.
Sapi
akan mengalami pertumbuhan yang cepat saat pubertas dan pertumbuhan mulai
menurun pada saat kedewasaan tubuh telah tercapai. Semakin tua usia sapi, maka
terjadi penurunan kadar air dalam pertambahan berat tubuh, tetapi sebaliknya
terjadi penambahan lemak yang diikuti sedikit penurunan protein dan abu.
Perubahan-perubahan yang terjadi tersebut menyebabkan kenaikan energi bila
ternak sapi bertambah tua (Murtidjo, 1990).
Pertumbuhan
sapi jantan cenderung lebih cepat dalam pencapaian bobot badan saat pubertas,
namun perkembangan terhadap kemasakan kelamin cenderung lebih lambat
dibandingkan dengan sapi betina. Saat pencapaian muda ke dewasa kandungan
daging dalam tubuhnya lebih banyak dibandingkan dengan kandungan lemak dalam
tubuhnya. Pertumbuhan pada sapi betina lambat dalam pencapaian bobot badan saat
pubertas, namun kemasakan kelamin lebih cepat dibandingkan pada sapi jantna.
Saat muda ke dewasa pertumbuhan lemak pada tubuhnya cenderung lebih banyak jika
dibandingkan dengan pertumbuhan dagingnya.
A. Faktor-faktor
yang Mempengaruhi Pertumbuhan
Kecepatan pertumbuhan untuk
masing-masing ternak tidak akan selalu sama dan hal ini disebabkan
pengaruh dari beberapa faktor, antara lain :
1. Aspek genetik
Bangsa ternak yang
dikategorikan sebagai bangsa yang besar maka akan memiliki kecepatan
tumbuh yang lebih besar dibandingkan dengan bangsa ternak yang tergolong kecil.
Perbedaan dalam tingkat sel antara embrio dari bangsa kecil (lokal) dengan
bangsa besar (unggul) sudah terjadi 48 jam setelah fertilisasi. Beberapa contoh
bangsa sapi yang dikategorikan sebagai bangsa sapi unggul yang terdapat
diIndonesia, antara lain sapi Simmental, Hereford, Angus, Limousin, dan,
Brahman.
Performans induk merupakan salah satu faktor
yang mempengaruhi laju pertumbuhan pedet. Sedangkan faktor genetik yang turut
mempengaruhi adalah performans dan prestasi genetik dari pejantan yang
digunakan. Bobot lahir pedet yang berbeda diduga erat kaitanya dengan sifat
genetik induk yang memiliki mothering
ability yang berbeda dalam memelihara kebuntingan. Menurut Tilman et al.,
(1991) bahwa sapi induk yang sedang buntingakan mendahulukan pemanfaatan
nutrien yang ada di dalam tubuhnya untuk pedetnya dan akan mengakhirkan
pembongkaran nutrien yang ada di tubuh pedet untuk kebutuhan tubuh induk saat
mengalami kekurangan nutrien. Pertumbuhan sapi potong pra sapih sangat
dipengaruhi oleh sifat mothering ability
induknya.
2. Aspek Pakan/Nutrisi
Pertumbuhan ternak secara optimum dapat
tercapai apabila faktor makanan mengandung semua zat gizi (nutrisi; nutrient)
yang diperlukan oleh tubuh (protein, energi, vitamin, mineral) serta diberikan
dalam jumlah yang cukup dan seimbang sesuai dengan jenis ternak, periode
pertumbuhannya (umur, berat) dan tujuan pemeliharaan. Perbedaan tingkat
pemberian nutrisi pada semua umur sejak fase foetus bukan hanya mengubah
pertumbuhan secara umum, tetapi juga mempengaruhi jaringan dan berbagai organ.
Dengan demikian, ternak dengan tingkat pemberian nutrisi yang berbeda walaupun
bangsa, umur dan beratnya sama akan sangat berbeda dalam bentuk dan
konformasinya. Ternak yang diberi makanan dibawah tingkatan kebutuhan hidup
pokoknya (submaintenance) maka berbagai jaringan dalam tubuh akan
dipakai untuk mensuplai energi dan protein untuk hidup pokoknya.
3. Aspek Hormonal
Pertumbuhan diatur oleh hormon pertumbuhan
yang mempunyai fungsi untuk memacu sel tubuh agar berkembang dan membesar.
Hormon pertumbuhan dari pituitary akan merangsang pertumbuhan yang pengaruhnya
melalui sejumlah peptida serum dan somatomedium, sedangkan hormon lainnya yang
mempengaruhi pertumbuhan misalnya androgen, estrogen, hormon tiroid dari
glukokortikoid bekerjanya dengan mengubah produksi dan aktivitas somato medium.
4. Jenis Kelamin
Hormon kelamin dapat berfungsi sebagai hormon
pertumbuhan dengan memacu sel tubuh agar berkembang dan membesar sebagaimana
hormon pertumbuhan lainnya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pertumbuhan urat
daging ternak jantan cenderung lebih besar daripada pertumbuhan urat daging
ternak betina. Hal ini merupakan refleksi perbedaan dalam ukuran badan secara
keseluruhan dipengaruhi oleh jenis kelamin.
5. Aspek Lingkungan
Suhu lingkungan yang secara normal dapat
ditoleransi oleh organisme berkisar antara 0–40o C, tetapi kisaran
suhu lingkungan yang ideal untuk pertumbuhan ternak secara optimal adalah 18–22o
C. Persoalan regulasi panas pada ternak mempunyai kepentingan ekonomis, dimana
sapi dan domba cenderung mempertahankan suhu tubuhnya pada level konstan yang
optimum untuk aktivitas biologisnya. Mengekpos ternak pada suhu panas atau
dingin dalam waktu yang lama akan melibatkan perubahan hormon yang spesifik
terhadap kedua stress tersebut, tetapi mengekpos ternak secara mendadak
terhadap suhu panas dan dingin sangat berbahaya karena akan menimbulkan reaksi
yang kompleks dari sistem endokrin yang disebut general adaptation syndrome.
Ternak sapi yang tinggal di daerah beriklim dingin pada umumnya akan memiliki
tubuh yang kompak dengan kaki dan leher yang pendek dan ditutupi oleh bulu yang
panjang. Ternak sapi yang dipelihara di daerah beiklim sedang akan mempunyai
kerangka yang relatif kurang kompak. Ternak sapi yang berasal dari daerah panas
(tropis) akan mempunyai kerangka persegi, anggota badan yang lebih besar dan
terdapat lipatan kulit yang menggantung antara kerongkongan dan dada serta
memiliki bulu yang sangat pendek.
4.2.2 Konsep Pertumbuhan
Kerbau Potong
Keistimewaan ternak kerbau
dibanding ternak yang lain adalah kemampuannnya yang tinggi dalam mencerna
serat kasar. Dengan kemampuan itu, ternak kerbau memiliki kemampuan pertambahan
berat rata-rata per hari lebih tingi dibanding ternak sapi. Oleh karena itu
potensi ternak kerbau sebagai ternak potong cukup baik. Sayangnya, warna
dagingnya lebih tua dan keras dibanding daging sapi sehingga sebagai ternak
potong kerbau tidak begitu populer
(Suharno, 1995).
Klasifikasi kerbau termasuk
genus Bubalus. Dalam perkembangannya, kerbau memiliki beberapa jenis
atau tipe yang memiliki sifat-sifat khusus. Secara umum, tipe kerbau digolongkan
menjadi dua kelompok besar yaitu kerbau tipe perah dan tipe pedaging. Kerbau yang diamati dalam praktikum
ini adalah kerbau tipe pedaging atau tipe kerja.
Kerbau yang digunakan
sebagai penghasil daging dan kerja adalah jenis kerbau lumpur (swamp
buffalo). Menurut
Murtidjo (1990), kerbau yang sering
digunakan sebagai kerbau kerja adalah tipe lumpur atau rawa. Jenis kerbau ini banyak ditemukan di daerah
Asia Tenggara seperti Indonesia, Malaysia, Philipina, Vietnam, Laos, Birma dan
Thailand. Kerbau jenis lumpur merupakan kerbau jenis lokal yang banyak dijumpai
di berbagai daerah. Kerbau belang yang terdapat di Tana Toraja merupakan salah
satu contoh kerbau tipe ini. Karena berbadan besar dan lebar maka kerbau belang
ini lebih cocok dijadikan sebagai pedaging. Bobot badan kerbau jantan dan
betina dewasa dapat mencapai 700 – 800 kg (Suharno, 1995).
Pertumbuhan ternak potong
meliputi pertumbuhan pre-natal dan post-natal. Pertumbuhan prenatal adalah
pertumbuhan yang terjadi atau berlangsung di dalam kandungan induknya sedangkan
pertumbuhan post-natal adalah pertumbuhan sejak ternak dilahirkan sampai ternak
tersebut mati. Fase pertumbuhan pada umur pedet berbeda dengan fase pertumbuhan
pada fase muda dan dewasa. Pertumbuhan postnatal dapt diukur dengan cara
menimbang ternak dan dapat diamati secara eksterior dengan membandingkan bentuk
atau performans tubuh ternak yang bersangkutan.
Baik tidaknya kualitas
seekor ternak dapat diketahui melalui identitas ternak tersebut. Identitas
ternak dalam hal ini adalah bangsa ternak tersebut. Menurut Blakely dan Bade
(1994) menyatakan bahwa pemilikan suatu bangsa tergantung pada kesukaan
peternak, keadaan lingkungan, kemampuan adaptasi, efisiensi produksi, kemampuan
memelihara dan menyusui anak, ukuran badan, pertambahan berat badan, dan sifat-
sifat lain yang cocok dengan keinginan peternak yang bersangkutan. Bangsa
ternak yang diamati pada praktikum ini adalah sapi PO, Charolais , Simmental,
kerbau lumpur dan kerbau sungai.

BB = 4,19 X LD – 385,05
Kerbau yang berada di Pasar
Hewan Sokaraja berasal dari para peternak sekitar Banyumas yang kebanyakan
mereka membuka usaha tersebut hanya untuk sambilan dari kerbau yang diamati
memiliki ciri-ciri :
Warna
kulit : Berwarna hitam dan coklat
Bentuk
muka : Cembung untuk semua jenis kerbau
Gelambir : idak bergelambir
Punuk : Untuk kambing yang besar
berpunuk tetapi untuk yang
kecil tidak
Bentuk
Tanduk : Melingkar kebelakang
Bentuk
kuku : Genap
Bentuk
telinga : Tegak
Bentuk
Ekor : Panjang melingkar dan panjang menggantung
Postur
tubuh : Gemuk dan sedang.
Kerbau yang terdapat di
Pasar Hewan Sokaraja berasal dari peternakan rakyat dimana mereka berharap
dengan menukar atau menjual kerbaunya mereka akan memperolaeh keuntungan untuk
menambah pendapatan mereka.
V.

KESIMPULAN


1. Pertumbuhan adalah suatu
perubahan irreversible pada setiap
perubahan waktu tertentu. Perubahan ukuran tersebut meliputi perubahan bobot
tubuh, perubahan bentuk ukuran linier tubuh dan perubahan komponen kimia tubuh
seperti air, protein, dan mineral atau
bisa dikatakan bahwa pertumbuhan merupakan perubahan berat tubuh.
2.
Pertumbuhan ternak potong pada dasarnya mengalami dua tahap yaitu tahap pre
natal yang terletak di dalam tubuh induk dan tahap pertumbuhan post natal yang
terjadi sejak ternak dilahirkan, dewasa sampai mati.
3.
Ternak yang masih pedet, pertumbuhan tulang paling dominan kemudian diiukuti
pertumbuhan daging pada ternak muda dan terakhir pertumbuhan lemak pada ternak
dewasa.
4.
Memperoleh suatu score yang baik para peternak bisa
melakukan pengamatan dari berbagai arah, yakni dari arah samping, belakang dan
depan, kemudian memegang dan mengukur sapi-sapi tadi.
5.
Pertumbuhan ternak secara normal akan mengikuti kurva pertumbuhan
seperti huruf S atau bentuk sigmoid.


Aak, 1991. Petunjuk Beternak Sapi Potong dan
Kerja. Kanisius. Yogyakarta.
Blakely and Bade. 1994. dalam Muhibbah, Vina. 2007.
“Parameter Tubuh dan Sifat-Sifat Karkas
Sapi Potong pada Kondisi Tubuh yang Berbeda.” Skripsi. Program Studi Teknologi Produksi Ternak, Fakultas
Peternakan, Institut Pertanian Bogor.
Bestari,
J., A. R. Seregar, Y. “Sani dan Polmer situmorang. 1999.
Produktifitas Empat Bangsa Pedet Sapi Potong Hasil IB Di Kabupaten Agan Sumatra
Barat”. Pros. Seminar Nasional Peternakan dan
Veteriner.Bogor, Publishing Peternakan.
Frandson,
R.D. 1992. Anatomi dan Fisiologi Ternak.
UGM Press. Yogyakarta.
Hartati dan M. D. Dicky. 2008. “Hubungan
Bobot Hidup Induk Saat Melahirkan Terhadap Pertumbuhan Pedet Sapi PO di
FOUNDATION STOCK”. Pasuruan, Seminar Nasional Teknologi
Peternakan dan Veteriner.
Maharani, Indah. 2001. Beternak Sapi Potong. Penebar Swadaya. Jakarta.
Murti, T. W. dan G. Ciptadi. 1998. Kerbau Perah dan Kerbau Kerja. PT. Mediatama Sarana Perkasa.
Jakarta.
Murtidjo,
Bambang Agus. 1990. Beternak Sapi Potong.
Penerbit Kanisius. Yogyakarta.
Smith,
A.J. 1976. Cattle Production in Developing Countries , Lewis Reprinn
Ltd, San Fransisco.
Sudarmono dan sugeng bambang. 2008. Sapi Potong dan Pemeliharaan, Perbaikan Produksi, Prospek Bisnis, Analisis
Penggemukan.
Penebar Swadaya. Jakarta.
Sudono, A dan Setiadi. Sapi Potong PO. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.
Sugeng, B,Y.
1993. Sapi Potong. Penebar Swadaya.
Jakarta.
Suharno, B. 1995. Ternak Komersial. Penebar
Swadaya. Jakarta.
Soeparno,
1992. Ilmu
Teknologi Daging. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Sutardi, Ahmad. 1981. Pertumbuhan Sapi Potong. Penebar Swadaya. Jakarta.
Tillman,
dkk. 1991. Ilmu Makanan Ternak Dasar.
Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Langganan:
Postingan (Atom)