MAKALAHKEPEMIMPINAN
PEMIMPIN
YANG BAIK MENURUT ISLAM
Disusun Oleh :
Nama
: EniNur’aeni
Nim :
D1E012068
Kelas :
B
KEMENTRIAN PENDIDIKAN DAN
KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS PETERNAKAN
PURWOKERTO
2013
KATA
PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan Rahmat,
Inayah, Taufik dan Hidayahnya sehinggapenulisdapat
menyelesaikan penyusunan makalah ini dalam
bentuk maupun isinya yang sangat sederhana. Semoga makalah ini dapat
dipergunakan sebagai salah satu acuan, petunjuk maupun pedoman bagi pembaca
dalam mempelajari “Pemimpin Yang Baik Menurut
Islam”.
Harapan penulis semoga makalah ini
membantu menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca, sehingga kami
dapat memperbaiki bentuk maupun isi makalah ini
sehingga kedepannya dapat lebih baik.
Makalah ini penulis akui masih
banyak kekurangan karena pengalaman yang dimiliki sangat
kurang. Oleh kerena itu penulis harapkan
kepada para pembaca untuk memberikan masukan-masukan yang bersifat membangun
untuk kesempurnaan makalah ini.
Purwokerto, 02
Juli 2013
Penyusun
KATA PENGANTAR……………………………………………………………i
DAFTAR ISI……………………………………………………………………...ii
I. PENDAHULUAN……………………………………………………………...1
1.1
Latar Belakang………………………………………………………………...1
1.2
Tujuan…………………………………………………………………………2
1.2.1
Mengkaji macam-macam gaya kepemimpinan……………………...2
1.2.2
Mengkaji teladan gaya kepemimpinan Rasulullah………………….2
1.2.3
Mengkaji kepemimpinan yang amanah……………………………..2
1.2.4
Mengkaji Rasulullah adalah pemimpin yang amanah………………2
1.2.5
Mengkaji kepemimpinan yang dekat dengan Allah………………...2
1.2.6
Mengkaji kepemimpinan yang efisien………………………………2
1.2.7
Mengkaji kepemimpinan yang bagus moralnya…………………….2
1.2.8
Mengkaji kepemimpinan yang professional………………………...2
II. GAYA KEPEMIMPINAN RASULULLAH………………………………..3
2.1
Macam-macam
Gaya Kepemimpinan…………………………………………3
2.2
Teladan Gaya
Kepemimpinan Rasulullah……………………………………..5
III. KEPEMIMPINAN MERUPAKAN SUATU AMANAH…………………7
3.1 Kepemimpinan Yang Amanah………………………………………………...7
3.2 Rasulullah Adalah Pemimpin Yang Amanah………………………………....9
IV. KEPEMIMPINAN YANG DEKAT DENGAN ALLAH DAN EFISIEN…………………………………………………………………………11
4.1
Kepemimpinan Yang Dekat Dengan Allah………………………………….11
4.2
Kepemimpinan Yang Efisien………………………………………………...13
V. KEPEMIMPINAN YANG BAGUS MORALNYA DAN PROFESIONAL………………………………………………………………...16
5.1
Kepemimpinan Yang Bagus Moralnya………………………………………16
5.2
Kepemimpinan Yang Profesional……………………………………………18
KESIMPULAN………………………………………………………………….21
DAFTAR
PUSTAKA……………………………………………………………iv
I. PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Kepemimpinan
yang efektif sangat dipengaruhi oleh kepribadian seorang pemimpin. Seorang
pemimpin harus memiliki kemampuan untuk mempengaruhi orang lain agar orang
tersebut dapat mengikuti arahannya demi tercapainya sebuah tujuan bersama. Pemimpin
tersebut harus bisa memberikan pengaruh positif dalam rangka pencapaian tujuan
bersama tersebut. Gaya kepemimpinan adalah cara yang dilakukan oleh seorang
pemimpin dalam mempengaruhi bawahannya agar mereka dapat produktif sehingga
bisa tercapainya suatu tujuan. Gaya kepemimpinan terbaik sepanjang masa adalah
yang pernah dilakukan oleh Rasulullah SAW. Rasulullah adalah pemimpin ulung dan
manager terhebat sepanjang sejarah kemanusiaan. Banyak teladan yang dapat kita
contoh selama masa kepemimpinan beliau. Karena Rasulullah tidak hanya menjadi
seorang pemimpin, tetapi juga menjadi seorang pendidik bagi bawahannya.
Amanah
adalah kata yang sering dikaitkan dengan kekuasaan dan materi. Namun
sesungguhnya kata amanah tidak hanya terkait dengan urusan-urusan seperti itu.
Secara syar’i, amanah adalah salah satu mandat atau tanggung jawab yang
dititipkan kepada seseorang untuk menjalaninya dengan rasa tanggung jawab.
Amanah tidak hanya menyangkut urusan material dan hal-hal yang bersifat fisik.
Menunaikan perintah Allah juga merupakan suatu amanah. Memperlakukan sesama
insan secara baik adalah amanah. Segala sesuatu yang Allah titipkan kepada kita
dimuka bumi ini merupakan suatu amanah yang harus kita jaga dan kita
pertanggungjawabkan. Karena kelak di akhirat nanti kita akan dimintai
pertanggungjawaban atas semua amanah yang kita emban.
Allah
menciptakan manusia di bumi sebagai seorang khalifah yang harus menjaga dan
merawat bumi ini agar terhindar dari suatu kehancuran. Kepemimpinannya di atas
alam ini adalah merupakan suatu nikmat yang diberikan oleh Sang Penguasa Alam
Semesta ini, sebagai penghormatan kepadanya untuk memainkan peranannya sebagai
khalifah yang bertugas meramaikan alam semesta dan meningkatkan taraf
kehidupannya sesuai dengan perjanjian ketika diangkat menjadi khalifah.
Kepemimpinan manusia adalah beban yang diberikan Allah, bukan kehendak manusia
itu sendiri, tetapi kehendak Dia sebagai Penguasa, Pencipta, dan pemelihara
alam semesta. Sehingga kepemimpinannya itu harus tunduk kepada perjanjian
penyerahan kekuasaan yang dipercayakan kepadanya dan dengan demikian ia adalah
amanat dimana makhluk-makhluk lain kendati lebih besar fisiknya daripada
manusia enggan untuk menerimanya.
Seorang
pemimpin akan menjadi teladan bagi orang yang dipimpinnya. Oleh karena itu dia
harus memiliki moral yang bagus baik dalam segi islam maupun bagus di mata
masyarakat. Pemimpin yang professional adalah pemimpin yang bisa mengaplikasikan
keahliannya secara sungguh-sungguh demi tercapainya suatu kualitas produk yang
baik. Untuk menjadi seorang pemimpin yang professional, maka seorang pemimpin
harus memiliki nilai-nilai moral yang bagus demi tercapainya sebuah tujuan
bersama.
1.2
Tujuan
1.2.1
Mengkaji macam-macam gaya kepemimpinan
1.2.2
Mengkaji teladan gaya kepemimpinan Rasulullah
1.2.3
Mengkaji kepemimpinan yang amanah
1.2.4
Mengkaji Rasulullah adalah pemimpin yang amanah
1.2.5
Mengkaji kepemimpinan yang dekat dengan Allah
1.2.6
Mengkaji kepemimpinan yang efisien
1.2.7
Mengkaji kepemimpinan yang bagus moralnya
1.2.8
Mengkaji kepemimpinan yang professional
II. GAYA KEPEMIMPINAN RASULULLAH
2.1
Macam-Macam Gaya Kepemimpian
Gaya
kepemimpinan adalah cara yang digunakan dalam proses kepemimpinan yang
diimplementasikan dalam perilaku kepemimpinan seseorang untuk mempengaruhi
orang lain untuk bertindak sesuai dengan apa yang dia inginkan. Menurut Flippo
(1987), gaya kepemimpinan juga dapat didefinisikan sebagai pola tingkah laku
yang dirancang untuk mengintegrasikan tujuan organisasi dengan tujuan individu
untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Ada empat gaya kepemimpinan, yaitu:
1.
Telling (Instruksi)
Gaya
kepemimpinan ini perintah sepenuhnya ada ditangan pemimpin. Gaya kepemimpinan
telling biasanya terjadi di daerah yang kurang maju dengan anggota yang tidak
intelektual. Karena anggota disini hanya sebagai bawahan yang mematuhi perintah
dari pemimpinnya.
Menurut
Paul Hersey dan Ken Blancard
(1996), gaya ini paling tepat untuk kesiapan pengikut rendah (R1). Ini menekankan perilaku tugas
tinggi dan perilaku hubungan yang terbatas. Gaya kepemimpinan telling
(kadang-kadang disebut directing) adalah karakteristik gaya kepemimpinan
dengan komunikasi satu arah. Pemimpin memberitahu individu atau kelompok soal
apa, bagaimana, mengapa, kapan dan dimana sebuah pekerjaan dilaksanakan.
Pemimpin selalu memberikan instruksi yang jelas, arahan yang rinci, serta
mengawasi pekerjaan secara langsung.
2.
Selling
Gaya
kepemimpinan selling dianggap lebih maju dari gaya kepemimpinan telling. Ide
dalam gaya kepemimpinan seling berasal dari pemimpin, namun semua tugas
dikerjakan oleh bawahannya. Tetapi keputusan akan hasil akhir masih ada
ditangan pemimpin.
Menurut
Paul Hersey dan Ken Blancard
(1996), gaya ini paling tepat untuk kesiapan pengikut moderat (R2). Ini menekankan pada jumlah tugas
dan perilaku hubungan yang tinggi. Pada tahapan gaya kepemimpinan ini seorang
pemimpin masih memberi arahan namun ia menggunakan komunikasi dua arah dan
memberi dukungan secara emosional terhadap individu atau kelompok guna
memotivasi dan rasa percaya diri pengikut. Gaya ini muncul kala kompetensi
individu atau kelompok meningkat, sehingga pemimpin perlu terus menyediakan
sikap membimbing akibat individu atau kelompok belum siap mengambil tanggung
jawab penuh atas proses dalam pekerjaan.
3.
Participating
Gaya
kepemimpinan ini memberikan kesempatan pada semua anggota untuk berpartisipasi
dalam pengambilan keputusan. Biasanya keputusan yang diambil adalah hasil dari
musyawarah mufakat dengan kekuatan argumentasi dan hasil yang rasional. Voting
dalam gaya kepemimpinan ini akan dilakukan jika hasil musyawarah kurang
memuaskan.
Menurut
Paul Hersey dan Ken Blancard
(1996), gaya ini paling tepat untuk kesiapan pengikut tinggi dengan motivasi
moderat (R3). Ini menekankan
pada jumlah tinggi perilaku hubungan tetapi jumlah perilaku tugas rendah. Gaya
kepemimpinan pada tahap ini mendorong individu atau kelompok untuk saling
berbagi gagasan dan sekaligus memfasilitasi pekerjaan dengan semangat yang
mereka tunjukkan. Gaya ini muncul tatkala pengikut merasa percaya diri dalam
melakukan pekerjaannya sehingga pemimpin tidak lagi terlalu bersikap sebagai
pengarah. Pemimpin tetap memelihara komunikasi terbuka, tetapi kini
melakukannya dengan cenderung untuk lebih menjadi pendengar yang baik serta
siap membantu pengikutnya. Tugas seorang pemimpin adalah memelihara kualitas
hubungan antar individu atau kelompok.
4.
Delegating
Gaya
kepemimpinan delegasi berarti seorang pemimpin memisahkan unit tertentu untuk
dijadikan delegasi. Sudah ada kepercayaan dari seorang pemimpin untuk
mendelegasikan setiap unitnya menjadi perwakilannya pada suatu acara. Gaya
kepemimpinan delegasi dilakukan oleh pemimpin yang memiliki anggota yang telah
maju.
Menurut
Paul Hersey dan Ken Blancard
(1996), gaya ini paling tepat untuk kesiapan pengikut tinggi (R4). Ini menekankan pada kedua sisi
yaitu tingginya perilaku kerja dan perilaku hubungan dimana gaya kepemimpinan
pada tahap ini cenderung mengalihkan tanggung jawab atas proses pembuatan
keputusan dan pelaksanaannya. Gaya ini muncul tatkala individu atau kelompok
berada pada level kompetensi yang tinggi sehubungan dengan pekerjaannya. Gaya
ini efektif karena pengikut dianggap telah kompeten dan termotivasi penuh untuk
mengambil tanggung jawab atas pekerjaannya. Tugas seorang pemimpin hanyalah
memonitor berlangsungnya sebuah pekerjaan.
2.2
Teladan Gaya Kepemimpinan Rasulullah
Nabi
Muhammad SAW adalah pemimpin terhebat sepanjang masa, karena dari kepemimpinan
beliaulah dapat terciptanya suatu masyarakat yang sejahtera. Masyarakat yang
selama ini kita kenal dengan istilah masyarakat madani. Masyarakat madani
adalah masyarakat yang sejahtera karena peraruturan hukumnya berdiri tegak
dengan adil.
Masyarakat Muslim awal disebut umat terbaik karena
sifat-sifat yang menghiasi diri mereka, yaitu tidak bosan-bosan menyeru kepada
hal-hal yang dianggap baik oleh masyarakat selama sejalan dengan nilai-nilai
Allah (al-ma’ruf) dan mencegah kemunkaran. Selanjutnya Shihab menjelaskan, kaum
Muslim awal menjadi “khairu ummah” karena mereka menjalankan amar ma’ruf
sejalan dengan tuntunan Allah dan rasul-Nya. (Quraish Shihab, 2000, vol.2:
185).
Suksesnya
kepemimpinan Nabi Muhammad SAW tidak terlepas dari tiga hal yaitu pemimpin yang
holistic, accepted dan proven.
1. Muhammad SAW merupakan pemimpin yang holistic
karena ia mampu mengembangkan leadership dalam berbagai bidang kehidupan.
Kepemimpinannya mampu meresap keberbagai nuansa kehidupan melalui celah-celah
yang tanpa disadari oleh manusia yang lain pada saat itu. Beliau memulai
mengembangkan kepemimpinannya berawal dari dirinya sendiri (self development)
ter lebih dahulu. Dari segi hukum, Muhammad SAW menjunjung tinggi keadilan.
Keadilan tanpa pandang bulu. Seandainya ada keluarganya yang bersalah maka
hukumpun tetap diterapkan. Tatanan kehidupan masyarakat benar-benar berubah
menjadi lebih baik karena kepemimpinan beliau. Nabi Muhammad seorang pemimpin yang
holistic juga terlihat dari strategi pertahanan yang diterapkan dalam
masyarakat maupun peperangan. Hampir semua peperangan yang beliau pimpin selalu
menang. Keamanan masyarakatnya juga diutamakan. Warga masyarakatnya benar-benar
mendapat perlindungan tidak melihat apakah itu muslim maupun non muslim. Adakah
saat ini pemimpin yang mampu berbuat seperti itu, atau paling tidak mendekati
seperti itu.
2. Beliau adalah pemimpin yang accepted. Seorang pemimpin yang diterima
dan diakui oleh semua masyarakatnya. Bahkan kepemimpinan beliau masih diterima
sampai saat ini. Jika terhitung sudah berapa milyar orang yang mengakui
kepemimpinannya. Terlepas dari wahyu yang disampaikan, akhlaq beliau juga patut
untuk diterima dan dijadikan suri tauladan. Mencari sosok pemimpin yang diakui
oleh semua masyarakat saat ini memang bukan hal yang mudah.
3. Nabi Muhammad SAW adalah pemimpin yang proven. Figur pemimpin yang
terbukti telah membawa perubahan bagi masyarakat. Kepemimpinan yang selalu
berorientasi pada bukti real tidak sekedar kata-kata persuatif. Pemimpin yang
berorientasi kedepan. Seperti disinggung sebelumnya bahwasanya sampai saat ini
kepemimpinannya masih relevan untuk diterapkan. Oleh sebab itu sangat
disayangkan jika kita tidak dapat mengambil hikmah dari kepemimpinan beliau
(Utsman, 2005).
III. KEPEMIMPINAN MERUPAKAN SUATU AMANAH
3.1 Kepemimpinan Yang Amanah
Hadist
Rasulullah SAW: “setiap kamu adalah
pemimpin dan setiap kamu akan dimintai pertanggungjawaban oleh Allah SWT.”
Amanah sama
dengan bertanggungjawab. Amanah merupakan salah satu karakteristik dari seorang
mukmin yang memiliki iman dan dapat memenuhi janji. Sebagaimana yang
diterangkan dalam Q.S Al-Mukminun (8): orang yang amanah artinya mau menerima
tugas dan mau melaksanakannya. Dia akan bertanggungjawab atas tugas yang telah
diberikan kepadanya.
Kepemimpinan
dalam pandangan Islam merupakan amanah dan tanggung jawab yang tidak hanya
dipertanggungjawabkan kepada anggota-anggota pemimpinnya, tetapi juga akan
dipertanggungjawabkan di hadapan Allah SWT. Jadi, pertanggungjawaban
kepemimpinan dalam Islam tidak hanya bersifat horizontal-formal sesama manusia,
tetapi bersifat vertical-moral, yakni tanggung jawab kepada Allah SWT di
akhirat. Hal tersebut dijelaskan dalam Al-Quran surat Al-Mu’minun:
Artinya:
Dan orang-orang yang memelihara
amanat-amanat (yang dipikulnya) dan janji mereka dan orang-orang yang
memelihara sholatnya, mereka itulah orang-orang yang akan mewarisi surga
Firdaus, mereka kekal didalamnya. (Q.S. al-Mukminun 8-11).
Dalam islam pada
hakekatnya kepemimpinan itu adalah amanat Allah SWT dan amanat kaum muslimin,
sehingga bukan saja di pertanggung jawabkan di dunia ini tetapi juga akan di
pertanggung jawabkan di akherat kelak. Allah SWT berfirman :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ أَطِيعُواْ اللّهَ وَأَطِيعُواْ
الرَّسُولَ وَأُوْلِي الأَمْرِ مِنكُمْ
“Hai
orang-orang yang beriman, ta’atilah Allah dan ta’atilah Rasul (Nya), dan ulil
amri di antara kamu”. (an-Nisaa:59)
Oleh karena kepemimpinan itu adalah amanat maka untuk
menduduki jabatan pimpinan haruslah orang yang terpilih dalam suatu forum
kewenangan tunggal dan lebih qualifed dari yang lainnya, baik segi
kepribadiannya maupun dari segi skillnya (Usman Muhammad Hatta, 2005). Amanah
ialah suatu sifat dan sikap pribadi yang setia, tulus hati dan jujur dalam
melaksanakan sesuatu yang dipercayakan kepadanya berupa harta benda, rahasia
maupun tugas kewajiban . Berbagai amanah berawal dari amanah terbesar. Amanah
yang disematkan Allah pada fitrah manusia. Itulah amanah hidayah, ma’rifat dan
iman kepada Allah atas dasar keinginan yang bebas, usaha dan orientasi (Yaqub
Hamzah, 1988).
Menurut Shobron (2009), Kepemimpinan adalah amanah, secara
normative disebutkan dalam sabda Rasulullah saw ketika memberikan nasehat
kepada Abu Dzar al-Ghiffari, adalah
“Dari Abu Dzarr r.a, dia berkata: “Aku
bertanya: ‘Ya Rasulullah, mengapa engkau tidak mempekerjakan aku (memberiku
sebuah jabatan)?’ Lanjutnya” ‘Maka
(Rasulullah) menepuk pundakku dengan tangannya dan kemudian berkata: ‘Wahai Abu
Dzarr, sesungguhnya engkau lemah dan sesungguhnya jabatan itu amanah, ia adalah
nista dan penyesalan di hari kemudian, kecuali yang menerimanya dengan hak
(sesuai aturan mainnya), dan menunaikan kewajibannya.” H.R. Muslim
(An-Naisyaburi, 1992: 186-187).
Kepemimpinan dianggap sebagai amanah, kepemimpinan
adalah tanggung jawab, bukan sesuatu untuk diperbutkan dengan menghalalkan
segala cara. Tetapi jika diberikan amanah kepadanya ia gunakan kepemimpinanya
inspirasi dan membangun kemaslahatan orang yang dipimpinya termasuk masyarakat
sekitarnya. Seorang pemimpin perlu menyadari bahwa dirinya adalah “abdi” Allah,
maka hendaknya dalam setiap langkah kepemimpinannya hanya menghamba kepada
Allah semata. Dalam setiap langkahnya sealu “tawadhu” dan hanya menghamba
kepadaNya (Santoso, 2008)
Amanah
seorang pemimpin adalah berlaku adil, jujur, tanggap, dan menyejahterakan. Saat
seseorang sudah diamanahi sebagai pemimpin, maka berusahalah untuk selalu
menunaikan kewajibannya selaku orang yang diberi amanah. Kehidupan di dunia ini
hanyalah sementara, sedangkan pertanggungjawaban seorang pemimpin, selain di
dunia, juga diakhirat, nanti (Herry, 2008).
3.2
Rasulullah Adalah Pemimpin Yang Amanah
Rasulullah SAW adalah pemimpin yang memenuhi
fitrah manusia sejagat melalui sifat-sifat mulia seperti amanah, siddiq,
tabligh dan fatanah. Menurut sirah, sebelum dari kerasulannya pemimpin Quraish
pernah memberi gelaran “al-Amin” kerana keunggulan Baginda dalam memberi
perkhidmatan cemerlang kepada masyarakat. Gelaran “ al-Amin” ini telah
membangkitkan rasa kasih sayang berterusan sebahagian besar masyarakat Quraish
kepada Baginda.
Kepimpinan Rasulullah SAW yang mengasihi umatnya,
sehinggakan di waktu sakaratulmaut pun Baginda masih terkenang mengenai nasib
umatnya di dunia ini dengan keluhan yang berat. Berulang kali Baginda menyebut
umatku! umatku! umatku!. Apa yang tidak terjangkau oleh fikiran kita ialah
keunggulan kepimpinan Rasulullah SAW membawa kepada terselamatnya umat Islam
dari azab Allah SWT .Sebagaimana sabda Rasulullah SAW: “Kita (umat
Muhammad) adalah yang terakhir (datang ke dunia) tetapi yang terdahulu
(diadili) pada hari kiamat. Kita adalah yang paling dahulu masuk syurga,
padahal mereka diberi kitab lebih dahulu daripada kita sedangkan kita sesudah
mereka”.(Riwayat al-Bukhari).
Sifat amanah yang dimiliki Rasulullah seperti inilah
yang seharusnya ada pada pemimpin kita saat ini. Karena pemimpin yang amanah
dan bertanggungjawab dapat memelihara negaranya dengan baik. Pemimpin yang
seperti itu dapat menciptakan suatu masyarakat yang sejahtera seperti
masyarakat islam yang pertama kali terbentuk. Jika masyarakat sejahtera, maka
dunia ini akan terjaga dari kehancuran. Karena itulah sebagai seorang khalifah
(pemimpin) di bumi ini, kita harus memiliki sifat amanah sperti yang dimiliki
oleh Rasulullah SAW.
IV. KEPEMIMPINAN YANG
DEKAT DENGAN ALLAH DAN EFISIEN
4.1
Kepemimpinan Yang Dekat Dengan Allah
Manusia diciptakan dibumi ini memiliki dua tujuan
hidup yaitu, sebagai adbullah (mengabdi pada Allah) dan sebagai kahlifah
(pemimpin). Sebagai Abdullah manusia hanya sebagai hamba Allah yang harus patuh
kepada-Nya dengan jalan rajin beribadah untuk mendapatkan barokah (kemudahan
hidup) dari-Nya. Sedangkan sebagai khalifah (pemimpin), manusia ditugaskan oleh
Allah untuk mengelola alam semesta ini dan sebagai seorang pemimpin pula
manusia harus bisa bertanggungjawab atas tugasnya tersebut.
Tujuan hidup manusia di alam semesta ini hanya ada
dua, yaitu:
1.
Tujuan jangka pendek
Negeri yang indah, subur makmur dan dilindungi oleh
Allah SWT adalah tujuan jangka pendek manusia hidup di bumi ini. Karena setiap
manusia menginginkan kesejahteraan dan perlindungan dari Allah. Sejahtera dalam
segala hal, baik secara fisik, psikologis maupun sejahtera secara rohaniah.
2.
Tujuan jangka panjang
Surga menjadi tujuan jangka panjang setiap manusia
di muka bumi ini. Seperti apa yang dijelaskan dalam Q.S Al-mukminun (11). Namun
untuk mencapai tujuan akhir ini, manusia harus memenuhi tujuan penciptaannya
terlebih dahulu yaitu sebagai Abdullah dan sebagai khalifah. Karena manusia
tidak akan mendapatkan hasil yang sesuai dengan usahanya.
Penerapan
hubungan dekat dengan Tuhan menurut Zuhairi (2010), Antara Tuhan dan hambaNya
harus saling berkomunikasi. Hubungan antara manusia dengan Tuhan digambarkan
oleh al-Qur'an begitu dekat, sehingga dengan kedekatannya, Tuhan mengetahui
segala sesuatu yang dilakukan oleh manusia di dunia ini, pengetahuan Tuhan
tentang manusia tidak dapat dilukiskan, tapi yang pasti sekecil apapun sampai kemudian
hati dan persoalan manusia selalu dalam pengawasan Tuhan, bahkan dilukiskan
dalam Al-Quran yaitu;
Tuhan sesungguhnya selalu dekat
dengan manusia sebagaimana disebutkan dalam Al-Quran, Dan Kami lebih dekat
kepadanya daripada urat leher (Q.S: Qaf [50],16).
Menurut Ahmad Ibnu Hanbal (2009), agama islam
mengajarkan bahwa manusia memiliki dua predikat, yaitu sebagai hamba Allah
(Abdullah) dan sebagai wakil Allah (khalifahtullah) di muka bumi. Sebagai hamba
Allah, manusia adalah kecil dan tak memiliki kekuasaan. Oleh karena itu,
tugasnya hanya menyembah kepada-Nya. Tetapi sebagai khalifatullah, manusia
diberi fungsi sangat besar, karena Allah Maha Besar maka manusia sebagai
wakilnya di muka bumi memilki tanggungjawab dan otoritas yang sangat besar.
Sedangkan Azis Mansyuri (1980) menjelaskan bahwa
sebagai khalifah manusia diberi tanggungjawab pengelolaan alam semesta untuk
kesejahteraan umat manusia, karena alam semesta memang diciptakan Tuhan untuk
manusia. Sebagai hamba Allah, manusia adalah kecil tetapi sebagai khalifah
Allah, manusia memiliki fungsi yang sangat besar dalam menegakkan sendi-sendi
kehidupan di muka bumi. Oleh karena itu manusia dilengkapi Tuhan dengan
kelengkapan psikologis yang sangat sempurna, akal, pikiran, hati, syahwat dan
hawa nafsu.
Sebagai
seorang hamba Allah yang beriman, tentunya kita ingin benar-benar tulus
mengabdikan hidup kita hanya kepada Allah. Jangan dilupakan bahwa kita
diciptakan oleh Allah hanya untuk menyembah-Nya. Lalu bagaimana cara kita
mengabdikan hidup kita kepada-Nya yaitu dengan melakukan perbuatan yang
mendatangkan ridho dan ampunanNya, takut kepadaNya, dan mengarahkan
pikiran-pikiran dan perkataan setara perbuatan untuk mengabdi kepada Allah.
Sebagaimana Allah telah mengingatakan kita dalam Al Quran tentang bagaimana
penghambaan kepadanya meliputi seluruh hidup atau kehidupan setiap orang
(Faisal Saleh,dkk, 2006).
Kepemimpinan manusia ini, adalah beban yang
diberikan Allah, bukan kehendak manusia itu sendiri, tetapi kehendak Dia
sebagai Penguasa, Pencipta, dan pemelihara alam semesta sehingga
kepemimpinannya itu harus tunduk kepada perjanjian penyerahan kekuasaan yang
dipercayakan kepadanya dan dengan demikian ia adalaha manat dimana
makhluk-makhluk lain kendati lebih besar fisiknya daripada manusia(Ibnu Usman
Alex, 1994).
4.2 Kepemimpinan Yang Efisien
Menurut Darminta (2005)
pemimpin yang efisien adalah Pemimpin yang mampu setapak demi setapak membawa
kelompok untuk mengadakan perubahan hidup yang sesuai dengan tuntunan zaman.
Itu berarti, kepemimpinan yang baik membawa ke proses reorientasi atau
pertobatan terus menerus. Tentu itu memerlukan doa dan matiraga atau askesis,
baik pada diri pemimpin maupu yang dipimpin.
Cara mengefisienkan waktu yaitu dengan cara
sebagai berikut:
1. Dakwah
Dengan cara mengajak orang lain untuk
berbudaya dan menjauhkannya dari keterpurukan. Dakwah tidak hanya dengan
ceramah saja, tetapi juga dapat dilakukan dengan komunikasi seperti biasa. Agar
orang lain tidak takut dengan ajakan kita dan dapat mengikutinya.
Tindakan kita tidak
hanya disaksikan oleh Allah dan Rasul-Nya tapi juga oleh manusia lainnya.
Karenanya, seorang muslim tidak hidup dalam kekosongan (kevakuman); ia
senantiasa bertindak dan berinteraksi dengan lingukannya. Jadi syarat menjadi
seorang muslim yang baik bukan semata-mata shalat, puasa, zikir dan tasbih;
tapi manfaatnya kepada yang lain.Tugas suatu jamaah islam tidak hanya mengabdi
kepada golongannya sendiri, tapi juga kepada yang lain. Golongan bukanlah
tujuan ia hanya satu sarana organisasi untuk menyempurnakan tujuan. Kepentingan
golongan harus selalu tunduk kepada kepentingan umat dan dunia umumnua.
(Altalib, Hisham.1994)
2. Bergaul dengan baik
Memperluas pergaulan adalah menjadi suatu
keharusan bagi seorang pemimpin. Karena pemimpin harus memiliki wawasan yang
luas. Sehingga dengan bergaul yang baik dengan orang lain, maka akan menambah
temannya dan menambah wawasannya tentang dunia luar.
Menurut Saleh Faisal (2006), sopan
santun dalam perbuatan adalah tidak melakukan kezalliman terhadap hak-hak orang
lain. Tidak pula bertingkah yang dapat melukai orang lain. Dan yang perlu
ditekankan juga berinteraksi dengan manusia adalah bermurah hati ketika
disakiti, kecuali jika kemurahan itu justru
memberikan manfaat, maka tidaklah mengapa. Sebab, kemurahan hati
merrupakan sebagian dari kemuliaan akhlak yang terpuji.Salah satu adab atau
sopan santun dalam berinteraksi dengan manusia adalah dengan menggunakan
kehormatan untuk melayani saudaranya yang seiman. Allah SWT berfirman :
“Apabila
kamu dihormati dengan suatu penghormatan maka balaslah penghormatan itu dengan
lebih baik, atau balaslah (dengan yang serupa).sesumguhnya Allah
memperhitungkan segala sesuatu”.(Q.S An-Nisa:86)
3. Suka membantu (suka menolong)
Perintah Allah untuk tolong-menolong sesame
manusia dalam hal kebaikan dan ketaqwaan tercantum dalam Q.S Al-Maidah (2):
tentang ketaqwaan dan Q.S Al-Ashr (1-3): tentang suatu kerugian akan waktu jika
kita tidak saling mengingatkan dalam hal kebaikan dan kesabaran.
Dalam
Alquran disebutkan :
“Dan, tolong-menolonglah kamu dalam
kebajikan dan ketakwaan. Jangan tolong-menolong dalam perbuatan dosa dan
pelanggaran. Dan, bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya penalty dari Allah itu
amat berat.” ( Q.S. al-Maidah [5]: 2)
Jadi,
jelas bahwa tolong menolong itu hanya dilakukan dalam mewujudkan kebajikan dan
ketakwaan. Mewujudkan kebajikan artinya meringankan atau membebaskan orang lain
dari kesulitan atau penderitaan hidupnya. Mewujudkan ketakwaan berarti
menciptakan jalan yang benar, yang memberikan manfaat, bagi kemanusiaan Chodjim
(2000).
4. Membaca
Umat islam memiliki A-Qur’an dan Hadist yang
harus dibaca dan dipelajari. Karena dari situlah nilai-nilai kehidupan akan
kita ketahui. Membaca akan menambah pengetahuan kita dan membuka jalan pikiran
kita akan suatu hal atau permasalahan.
Membaca adalah suatu proses mentransfer informasi yang berupa tulisan-tulisan ke
dalam pikiran dan terolah secara otomatis menjadi sebuah pengetahuan. Ketika Nabi Muhammad SAW hendak diangkat
menjadi Rosul Allah, firman Allah pertama kali yang disampaikan pada beliau
adalah perintah untuk membaca.
Jadi dengan membaca maka pengetahuan manusia akan bertambah, keterampilan akan
semakin meningkat dan tentu saja kesuksesan akan semakin mudah diraih. Allah
SWT berfirman :
“Bacalahdengan (menyebut) namaTuhanmu Yang
menciptakan” (Q.S Al-Alaq : 1 )
V. KEPEMIMPINAN YANG BAGUS MORALNYA DAN PROFESIONAL
5.1
Kepemimpinan Yang Bagus Moralnya
Lima nilai
moral islam, yaitu:
1. Tauhid
(nilai kebebasan)
Kebebasan
yang dimaksud adalah bebas tidak terikat oleh materi. Bukan bebas dalam hal
yang negative. Kebebasan disini berarti mengagungkan keesaan Tuhan (nilai-nilai
ketuhanan).
Sesungguhnya ibadah yang diperintahkan
Allah itu tidak disebut ibadah kecuali dengan mentauhidkan Allah SWT. Karena
itu ibadah menjadi tidak sah jika disertai dengan syirik., dan tidaklah
seseorang itu disebut ‘abd Allah kecuali dengan merealisasikan tauhid,
mengesakan Allah SWT semata dalam beribadah, maka barang siapa beribadah kepada
Allah, tetapi dia menyekutukan-Nya dengan yang lain, maka tidaklah ia disebut
sebagai ‘abdun lillah (hamba Allah) (Azis, Abdul.2002).
2.
Nikah (nilai keluarga)
Menikah adalah suatu tindakan
menyelamatkan pergaulan manusia. Agar tidak terjadi perzinahan maka setiap
orang tua harus menikahkan anak mereka dengan pasangannya masing-masing.
Perintah akan nikah ini juga dijelaskan dalam Q.S An-Nur (32-33).
Sesungguhnya
amanah untuk membangun dan memakmurkan bumi adalah tugas bersama dan bukanlah
tugas individual. Kehidupan manusia tidak akan terorganisasi hingga ia mampu
mengatur kehidupan keluarganya. Pernikahan disyariatkan agar individubisa
menstabilkan keadaanya dan bisa membangun kehidupan di muka buminya. Allah
telahberfirman :
“Dia menciptakan (baginya) seorang istri agar
dia merasa senang (dan tenang) kepadanya.” (al-A’araf:189)
Dengan
ketenangan yang didapatkan individu dari pasangan hidupnya inilah, maka
kehidupannya akan stabil dan ia pun akan mampu membangun kehidupan di muka
bumi. Selain itu pula, banyak hikmah lain, khususnya yang berkaitan dengan
ketenangan dengan ketenangan jiwa dan jauhnya keburukan dari diri individu yang
menjadi implikasi atas suatu pernikahan. (Saleh,Faisal.2006)
3.
Hayati (nilai kemanusiaan)
Nilai-nilai kemanusiaan dijelaskan oleh
Q.S Al-Hujurat (13). Selain itu juga termuat dalam pancasila sila ke-2, yaitu
kemanusiaan yang adil dan beradab. Berarti dengan adanya nilai kemanusiaan ini,
semua manusia di bumi adalah sederajat.
Nilai
hayati atau nilai kemanusiaan adalah salah satu dari lima nilai moral Islam.
Setiap jiwa layak dihargai dan tidak boleh dihilangkan secara semena-mena.
Islam mengatur bagaimana menghargai jiwa manusia. Terdapat dalam surat
Al-Bawarah 2:179 “Dan dalam kisas itu ada
(jaminan kelangsungan) hidup (hayat) bagimu, hai orang-orang yang berakal
supaya kamu bertakwa.”
4.
Adil (nilai keadilan)
Adil yang dimaksud adalah proporsional,
yaitu menempatkan sesuatu pada tempatnya. Seseorang yang berlaku adil tidak
memihak pada hanya salah satu pihak saja. Tetapi dia akan pertimbangkan
terlebih dahulu sesuai dengan fakta yang ada.
Pemimpin seharusnya
memperlakukan manusia secara adil dan tidak berat sebelah, tidak
membeda-bedakan suku bangsa, warna kulit, keturunan dan agama. Al-Qur’an
memerintahkan agar kaum muslimin berlaku adil ketika berurusan dengan para
penentang mereka. Adil disini adalah pimpinan tidak membeda-bedakan
anggota jamaahnya. Yang salah di persalahkan dan diusahakan untuk menuntunnya
dan bila perlu di maafkan, sekiranya memang itu lebih bersifat edukative dengan
melihat besar kecilnya kesalahannya. Demikian pula yang benar harus dibenarkan
dan diberi penghargaan menurut prestasi yang dicapai (Isham
Altalib.1994).
5. Amanah (nilai kejujuran)
Amanah disini berarti
jujur atau tidak bohong. Sehingga dapat dipercaya oleh orang lain yang akan
memilih dia sebagai pemimpin. Karena jika seorang pemimpin berbohong maka ia
akan menghancurkan anggota yang dipimpinnya.
Seorang
pemimpin merupakan tauladan bagi pengikutnya. Untuk itu harus memiliki sifat
amanah.
Amanah
tersebut adalah dapat dipercaya dalam melaksanakan tugasnya. Kuat menanggung
beban dan amanah dalam melaksanakan tugas-tugas dan kewajibannya. Rasulullah
saw bersabda, Telah memberi batasan yang tegas tentang perkara besar yang tidak
bisa dikerjakan kecuali bagi mereka yang kuat. (Muhammad, 2008)
5.2
Kepemimpinan Yang Profesional
Pemimpin
yang professional adalah pemimpin yang ahli dalam bidangnya. Seorang pemimpin
yang professional akan:
1.
Bekerja dengan memiliki keahlian
Seorang pemimpin harus memiliki
kepribadian dan keahlian tertentu.pada pokoknya, sifat-sifat kepribadian dan
macam-macam keahlian dituntut agar dalam diri mereka yang dipimpinnya tumbuh
kepercayaan. Kepercayaan itu baik berhubungan dengan tujuan dan cita-cita
maupun dengan pemimpin sendiri. Pemimpin yang mempunyai kepribadian yang baik
dan keahlian yang unggul menciptakan kepercayaan dalam hati mereka yang
dipimpinnya. Berkat mutu kepribadian dan keahlian pemimpin itu mereka yang
dipimpinnya menjadi yakin bahwa tujuan dan cita-cita yang mau dicapai baik dan
bahwa pemimpin ini mampu membawa mereka ke tujuan dan cita-cita yang mau
dicapai (Mangunrahardjana.1976).
2.
Bekerja dengan pengetahuan (ilmu)
Pengetahuan merupakan sekumpulan
praktik yang bertujuan untuk menemukan dan memanfaatkan sumber2 daya
intelektual dari organisasi,sepenuhnya mendayagunakan intelektualitas
orang-orang dalam organisasi. Manjemen pengetahuan adalah tentang mencari,
membukakan, membagikan dan secara bersama-sama menggunakan sumber daya yang
paling berharga.Sehingga pemimpin yang memiliki pengetahuan mampu menghasilkan
ide-ide, dan mengarahkannya menjadi inovasi yang sukses (Yulianto,Ali Akbar).
3.
Melakukan kerjasama (komunikasi untuk menghasilkan mitra
Agama islam berjaya dan meyebar ke
seluruh penjuru dunia salah satunya karena ajaran islam menyuruh umatnya untuk
kerjasama dalam kebaikan. dalam sejarah awal penyebaran islam, diketahui bahwa
setelah mendapat tekanan dari bangsa Quraisy, Rasulullah bersama para
sahabatnya hijrah ke kota Madinah. di kota tersebutlah kaum muslimin bekerjasama untuk membangun
sebuah peradaban. ternyata, kerjasama yang dilakukan oleh para sahabat yang
berhijrah dari Mekkah dengan penduduk Madinah menghasilkan kejayaan Islam dan
menangnya suatu kebenaran. Demikianlah ajaran Islam menganjurkan kerjasama
dalam kebaikan dan takwa, sehingga pintu kesuksesan terbuka untuk meraih
kemenangan (Basyir Abu Hafbi.2009).
4.
Menghargai waktu
Hanya dengan penjadwalan waktu kita
bias maju kedepan untuk mencapai cita-cita dan tiba ke tempat tujuan. Allah SWT
berfirman :
Demi masa.
Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian, Kecuali orang-orang
yang beriman dan mengerjakan amal soleh dan nasihat menasihati supaya mentaati
kebenaran dan nasihat nenasihati supaya menetapu kesabaran. (Al-'Ashr: 1-3)
5.
Bekerja dengan sungguh-sungguh
Seorang muslim yang memiliki yang
memiliki kepribadian qurani pastilah akan menunjukan etos kerja yang bersifat
dan berbuat serta menghasilkan segala sesuatu secara berrsunngguh-sungguh dan
tidak pernah mengrjakan sesuatu dengan setengah setengah. Keikhlasan, tekad
yang kuat penguasaan ilmu serta kerja yang sungguh-sungguh adalah kunci
keberhasilan hidup seseorang muslim. Dengan demikian setiapa keberhasilan dalam
hidup adalah buah dari kesungguhan (Berlian K.2006).
6.
Bekerja sebagai sebuah amanah (tanggungjawab)
Disinilah
al-amanah menjadi salah satu prinsip penting dalam bermuamalah. Kejujuran dan
profesionalisme termasuk penempatan seseorang sesuai dengan kemampuannya
merupakan bagian dari prinsip al amanah dalam bisnis yang islami (Sula.2006).
7.
Bekerja sebagai ibadah (motivasi)
Bekerja dan
mencari nafkah bukan hanya kewajibankalangan pengusaha dan pedagang. Namun perintah
yang diperuntukan untuk semua manusia sebagai bentuk kesempurnaan ciptaan yang
dibekali dengan akal jasmani dan rohani. Islam menghendaki manusia untuk
menggunakan potensinya. Niat awal untuk mendapat keberkahan dalam urusan rezeki
adalah dengan mencari nafkah(bekerja) yang dilandasi oleh jiwa yang baik
mencari ridha allah Allah.
8.
Pengendalian mutu (kualitas bukan kuantitas).
Pengendalian mutu merupakan revolusi
pemikiran dalam bidang manajemen. oleh karena itu, proses berpikir seluruh
pegawai harus diubah; yang semula hubungannya hanya bersifat vertikal (dari
atas ke bawah), sekarang juga menekankan pada komunikasi horizontal diantara
divisi. Hal ini dilakukan agar pengendalian mutu dalam kepemimpinan berjalan
dengan baik (Mulianto, Sindu. 2006).
KESIMPULAN
1. Kepemimpinan adalah suatu proses mempengaruhi orang
lain sehingga yang dipimpin mau mengikuti arahannya.
2. Berdasarkan kesiapan anggotanya ada empat gaya
kepemimpinan, yaitu telling (instruksi), selling (menjual), participating
(berpartisipasi) dan delegating (perwakilan).
3. Kepemimpinan Rasulullah adalah kepemimpinan terbaik
sepanjang masa dan menjadi tauladan bagi setiap umatnya karena hanya pada masa
kepemimpinan Rasulullah dapat terciptanya masyarakat madani.
4. Kepemimpinan yang amanah adalah kepemimpinan yang
bertanggungjawab atas segala tugas yang dilimpahkan kepadanya, tidak hanya mau
menerima tetapi juga mau melaksanakannya.
5. Rasulullah adalah seorang pemimpin yang amanah dan
bertanggungjawab, karena beliau dapat mensejahterakan kaumnya dan
bertanggungjawab atas semua kepercayaan yang diberikan kepada beliau
6. Manusia di muka bumi memiliki dua tugas, yaitu
sebagai Abdullah (hamba Allah) dan sebagai khalifah (pemimpin) yang memiliki
dua tujuan hidup, yaitu jangka panjang (surge) dan jangka pendek (negeri yang
indah, subur makmur dan dilindungi Allah SWT.).
6. Pemimpin yang efisien adalah pemimpin yang tidak
boros dan dapat memanfaatkan waktunya dengan baik.
7. Pemimpin yang bagus moralnya adalah yang memilki
lima nilai moral dalam islam, yaitu tauhid (nilai kebebesan), nikah (nilai
keluarga), hayati (nilai kehidupan), adil (nilai keadilan) dan amanah (nilai
kejujuran).
8. Pemimpin yang professional adalah pemimpin yang
ahli dalam bidangnya dan selalu bekerja dengan sungguh-sungguh menghargai waktu
menggunkan ilmu pengetahuan serta menjadikan pekerjaan itu sebagai suatu ibadah
dan amanah juga menjalin kerjasama dengan orang lain sehingga terjadinya pengendalian
mutu.
DAFTAR
PUSTAKA
Azis,
Abdul. 2002.
Pelajaran Tauhid Untuk Tingkat Lanjutan.
Yayasan Al Sufwa. Jakarta.
Chodjim,
Achmad. 2000. Alfatihah Membuka Mata Batin dengan Surah Pembuka.
Penerbit Serambi. Jakarta.
Darminta,
J, 2005. Kepemimpinan Religius dalam
Peziarahan Hidup. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.
Faisal, Saleh, dkk. 2006. Hikmah
At-tasyri’ Wa-falsafatuhu.
Gema Insani. Depok
Herry,
Muhammad. 2008. 14 Teladan Kepemimpinan
Muhammad SAW. Gema Insani.
Jakarta
Hersey
and Blancard. 1996. Situational
Leadership Theory. New York University
Press. New York.
Santoso, Eko Jalu, 2008. The Wisdom of Business Sukses Berbisnis dengan
Nilai-nilai
Kearifan Hati Nurani. Elex Media
Komputindo. Jakarta.
Shobron, Sudarno, 2009. “Khalifah
dalam Dinamika Sejarah”. Jurnal Agama Islam, Vol 5, No.1.
Tim Icce UIN Jakarta. 2000. Demokrasi,
Hak Asasi Manusia dan Masyarakat Madani. Prenada Media: Jakarta.
Usman, Muhammad Hatta. 2005. Teori, Aplikasi, dan Ilustrasi Kepemimpinan Islam. Siti Salmah Media. Purwokerto.
Ya’qub, Hamzah. 1988. Etika Islam Pembinaan Akhlaqul Karimah. CV.Diponogoro. Bandung.