Selasa, 20 Mei 2014

MAKALAH TINGKAH LAKU TERNAK



TINGKAH LAKU MAKAN SAPI SAAT PENGGEMBALAAN DAN SAAT DIDALAM KANDANG

Disusun Oleh :

Umi Fadilah                D1E012013
Tuti Haryati                 D1E012015
Fajar Juniana N           D1E012016
Nur Sakhiyyah            D1E012017
Nur Safri Fadilah        D1E012018
R.Resita Sukma M      D1E012057
Pelita                           D1E012067
Eni Nur ‘aeni               D1E012068
Siti Nur Khasanah       D1E012111
Siti Fatimah                 D1E012221

FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
PURWOKERTO
2013

KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah  melimpahkan rahmat_Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah tentang “Perbedaan Cara Makan Sapi Dikandang dengan Diumbar ” dengan tepat waktu. Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas terstruktur mata kuliah Tingkah Laku Ternak.
Makalah ini membahas tentang perbedaan yang dapat teramati pada cara makan yang dilakukan oleh sapi. Lebih mengeructnya lagi pada cara makan pada sapi yang dikandangkan dan sapi umbaran.
Penulis menyadari bahwa penyusunan makalah ini masih banyak kekurangan.Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun dari berbagai pihak sangat diharapkan oleh penulis demi kesempurnaan makalah ini. Kami mengucapkan terima kasih kepada dosen pengampu yang telah memberikan materi dan pencerahan sehingga makalah ini dapat terlaksana dan terbentuk. Semoga makalah ini bermanfaat. Terima kasih.


Purwokerto, 18 April 2013

                                                                                                                            Penyusun





DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR……………………………………………………………..........................i
DAFTAR ISI……………………………………………………………………………………...ii
BAB IPENDAHULUAN…………………………………………………………………………1
1.1 Latar Belakang………………………………………………………………………………...1
1.2 Rumusan Masalah……………………………………………………………………………..2
1.3 Tujuan…………...…………………………………………………………….........................2
1.4 Manfaat………………………………………………………………………………………..2
BAB II PEMBAHASAN…………………………………………………………......................3-6
BAB III............................................................................................................................................7
3.1Kesimpulan................................................................................................................................7
3.2 Saran…………………………………………………………………………………………..7
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………………………iii







BAB I
PENDAHULUAN
1.1              Latar Belakang
          Tingkah laku atau etologi hewan praktis telah merupakan hal yang penting sejak masa prasejarah. Tingkah laku ini dimanfaatkan oleh para pemburu dan kemudian oleh masyarakat untuk menjinakkan hewan-hewan tersebut. Sampai pada pertengahan abad ini, para ilmuwan di bidang pertanian tidak banyak mengenal ilmu tingkah laku hewan baik secara praktis sebagai hal yang penting maupun sebagai hal yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.
          Indonesia merupakan negara yang memiliki banyak potensi dibidang pertanian, terutama pada sector peternakannya. Hal ini dilihat dari sisi lahan yang masih melimpah untuk dijadikan lahan hijauan untuk memproduksi pakan ternak. Sudut pandang lain juga dapat kita gunakan yaitu banyaknya warga Indonesia yang memiliki profesi sampingan sebagai peternak walaupun dalam skala yang kecil.
          Berdasarkan potensi-potensi yang dimiliki oleh Indonesia ini maka perlu diadakannya pengembangan yang kongkrit dibidang peternakan. Salah satu yang dapat kita upyakan adalah dari cara peternak memberikan pakan terhadap hewan-hewan ternak tersebut. Cara peternak memberikan pakan pada hewan-hewan ternaknya sangat berpengaruh dengan hasil yang nantinya akan didapatkan.
          Alasan semacam inilah yang mendorang penulis untuk membuat makalah tentang perbedaan cara makan yang terjadi pada hewan ternak khususnya sapi. Makalah ini dibuat agar mampu membantu para peteranak pada ummnya agar mengenal tingkah laku ternaknya. Pengenalan tingkah laku ini diharapkan dapat membantu meningkatkan hasil produksi ternak.



1.2              Rumusan Masalah
a.    Bagaimana pola tingkah laku makan sapi yang dikandang?
b.   Bagaimana pola tingkah laku makan sapi yang diumbar?
c.    Apa saja dampak yang timbul dari perbedaan tersebut?
1.3              Tujuan
a.       Mahasiswa dapat mengetahui tingkah laku cara makan sapi yang ada dikandang
b.      Mahasiswa mengetahui tingkah laku makan sapi yang diumbar
c.       Mahasiswa dapat mengaplikasikan pengetahuan yang didapat untuk perkembangan dunia peternakan

1.4              Manfaat
a.       Mahasiswa dapat mengetahui perbedaan tingkah laku dan pola makan sapi yang di umbar dan dalam kandang
b.      Mahasiswa dapat mengetahui jenis-jenis pakan yang disukai oleh sapi umbaran dan sapi yang di dalam kandang
c.       Mahasiswa dapat mengetahui penyakit-penyakit yang disebabkan oleh perbedaan pola makan












BAB II
PEMBAHASAN
Istilah tingkah laku ingestif ini meliputi bukan hanya memakan pakan solid tetapi juga menyusui anak dan meminum pakan cair. Mempertahankan konsumsi pakan yang cukup untuk hidup dan suksesnya reproduksi merupakan hal yang sangat penting bagi semua spesies ternak. Karena itu, mengerti pola tingkah laku yang digunakan oleh hewan untuk mencari, mendapatkan, menyeleksi dan memakan pakan penting sekali untuk berhasilnya pengembangan usaha peternakan.
Seleksi pakan pada kondisi penggembalaan bebas sangat tergantung pada pola dasar tingkah laku ingestif. Manusia bisa menggunakan beberapa control dengan beberapa usaha seperti pemagaran atau pengawetan pakan pada saat persediaan pakan banyak untuk dipergunakan pada waktu kekurangan pakan.
Dalam keadaan dikandangkan secara intensif, seperti system potong-angkut yang umumnya berlaku di Indonesia, manusia mengontrol kebanyakan faktor-faktor yang mempengaruhi tingkah laku ingestif. Hal ini meliputi jenis dan jumlah pakan yang tersedia dan tempatnya, periode waktu selama pakan tersedia bagi ternak dan kelompok social ternak yang bersaing untuk mendapatkan pakan. Tetapi walaupun dalam keadaan yang terbatas dan bahkan bila ternak diberi makan secara individu, faktor-faktor social mempengaruhi tingkah laku ingestif dan jumlah pakan yang dimakan.

2.1 Pola makan sapi pada saat penggembalaan
  Ketika ternak sapi diberi pakan dalam jumlah yang terbatas dalam waktu tertentu, mereka tidak punya pilihan kecuali memakan semua pakan yang diberikan. Pada pemberian pakan secara berlebihan, pola makan sehari-hari akan berkembang.
Pada sapi dengan penggembalaan sub-tropis, periode merumput terjadi paling banyak ketika rumen diisi dengan rumput yang baru dan hal ini terjadi menjelang pagi sampai pagi, senja sampai matahari terbenam dengan satu periode lebih singkat kira-kira tengah malam. Periode 24 jam dibagi secara jelas menjadi periode merumput, mengunyah dan beristirahat. Di daerah tropis, siklus merumput biasanya sebaliknya. Pada waktu tengah hari yang panas, sapi beristirahat di bawah naungan atau dekat tempat air dan terdapat periode merumput yang panjang pada malam hari. Sapi berhenti merumput pada saat dia kepanasan, terutama bagi sapi yang berasal dari daerah sub-tropis. Di daerah tropis, sapi yang di tempatkan dalam kandang tertutup pada malam hari tanpa persediaan pakan atau air, konsumsi pakannya sering menurun secara nyata, terutama pada sapi yang mempunyai adaptasi yang kurang baik yang berasal dari daerah sub-tropis seperti sapi Frisiean Holstein, yang tidak diberi pakan selama hari panas.
Secara umum, sapi meluangkan waktu 8-10 jam untuk merumput, tetapi mempunyai fleksibilitas yang cukup untuk menyesuaikan waktu merumput untuk mempertahankan jumlah pakan yang dimakan pada periode banyak angin dan hujan, cuaca panas ketika merumput terhenti. Mereka juga bisa mengatasi peningkatan kebutuhan fisiologis dari periode akhir kebuntingan dan laktasi apda beberapa keadaan yang beda.
Dalam keadaan cuaca panas dan lembab, aktivitas makan sapi tertinggi pada waktu suhu udara lebih rendah yaitu pada pagi hari. Terdapat suatu hal yang menarik tetapi tidak ada pengamatan yang pasti yang menyatakan bahwa domba dan sapi bisa meramalkan keadaan panas  yang akan terjadi dan dengan demikian mereka merumput lebih dini dalam satu hari di bandingkan dengan tipe Zebu yang mempunyai daya adaptasi yang lebih baik dalam keadaan panas.

2.2 Sapi yang diberi makan di kandang dan kemudahan social dari makan
Pada system potong dan angkut, peternak mempunyai control yang lengkap terhadap pakan apa yang dimakan oleh sapi piaraannya dan berapa banyak yang dimakan. Dimungkinkan untuk memberi pakan dengan komposisi yang seimbang, memotong pakan menjadi potongan kecil untuk menghindari terbuangnya pakan tersebut dan sebagainya. Tetapi, walaupun dalam keadaan demikian, tingkah ingestif dipengaruhi oleh tingkah laku social. Pada saat sapi diberi makan dalam kelompok, dua factor social bisa mempengaruhi jumlah pakan yang dikonsumsi. Tingkah laku agonistic bisa mengurangi jumlah pakan yang dikonsumsi oleh sapi yang tidak dominan dan kemudahan social bisa meningkatkan jumlah pakan yang dimakan tersebut. Masalah yang berhubungan dengan sapi subordinat yaitu tidak mendapatkan cukup pakan yang dimakan atau tidak cukup mendapat pakan dengan kualitas baik yang tidak terkontaminasi oleh kotoran atau parasit. Cara  yaing disarankan untuk mengurangi pengaruh ini, yaitu dengan memanipulasi komposisi kelompok dan rencana kandang.
Dalam suatu penelitian, dimana para ahli genetika ingin menggunakan keadaan pemberian pakan secara individu untuk memilih konversi pakan yang efisien atau dimana ahli makanan ingin menggunakan kandang metabolism individu atau calorimeter untuk mendapatkan pengukuran yang tepat untuk pertukaran metabolism, maka kemudahan social makan harus diperhitungkan. Ternak sapi dalam kandang metabolisme akan makan hanya 50%-60% dari jumlah yang dimakan sapi yang dipelihara dalam kelompok.

2.3 Jenis – JenisPakan yang Disukai Sapi
            Seekor ternak dapat mengontrol jumlah pakan yang dimakan dengan cara lain, ia bisa menolak untuk memakan satu pakan atau pakan lainnya. Ada kelompok pakan tradisional, yang dapat dimakan ternak dengan enak, ada pula beberapa pakan lain yang bernilai gizi tinggi dan harganya murah tetapi terbukti dapat merasakan enaknya selama memakan pakan tersebut untuk pertama kalinya.
Kesenangan terhadap bermacam-macam prosduk pakan telah diuji dalam 20 jenis pakan.Terlihat bahwa pakan dapat dibedakan menjadi 3 kelompok, yaitu:
  1. Pakan hijauan atau lebih dikenal sebagai pakan tradisional,
  2. Pakan yang telah diproses yang disukai oleh rata-rata ternak, dan
  3. Pakan yang tidak disenangi.
           Akan tetapi, dalam beberapa keadaan (misalnya kekurangan garam), ternak akan lebih suka memakan garam blok.
          Kilgourdan Dalton (1984) menyarankan bahwa skala ini dapat digunakan sebagai suatu dasar terhadap pakan baru, murah dan potensi manfaatnya dapat diuji. Ada cara yang efektif untuk membuat ternak dapat memakan pakan yang bernilai gizi tinggi dan murah tetapi baunya tidak disukai ternak yaitu dengan menutup hidung ternak tersebut.
            Memberikan masa perkenalan bagi ternak terhadap pakan atau suplementasi yang mungkin diharapkan untuk dimakan dalam keadaan darurat merupakan hal yang sangat berguna.Metode sederhana dapat digunakan untuk mengecek ternak yang mana yang memakan dan tidak memakan pakan yang baru.Hal ini bisa dikerjakan dengan menggunakan satu tempat pakan. Pada tempat pakan ini, ternak harus menempatkan kepalanya dan menekan sepotong spons yang diisi pewarnaatan menyentuh benang yang diwarnai.Dengan teknik ini ternak yang cepat menangkap pelajaran dipindahkan untuk member kesempatan yang lebih lama dan mengurangi persaingan bagimereka yang lebih ,lambat belajar. Ternak yang lambat menangkap pelajaran mendapatkan beberapa pakan yang disenanginya untuk tetap menjaga fungsi rumennya, sementara ternak ini lambat memulai memakan pakan yang baru.

2.4 Penyakit yang TimbulAkibatPolaMakan yang Salah
            Timbulnya gejala birahi yang kurang jelas pada sapi betina dikarenakan asupan pakan yang kurang memenuhi kebutuhan, sehingga mengganggu sintesa dan regulasi hormon-hormon reproduksi yang sangat berperan dalam gejala birahi. Kondisi peternakan yang masih tradisional dengan cara digembalakan (umbar/angon) di daerah yang kurang subur, mengakibatkan ternak
Kekurangan nutrisi yang sangat diperlukan oleh fisiologi reproduksi dalam tubuh ternak tersebut. Sesuai dengan pendapat Partodihardjo (1980), karena intensitas birahi dipengaruhi oleh hormon-hormon reproduksi, maka secara tidak langsung angka intensitasbirahi (AIB) juga dipengaruhi oleh status nutrisi ternak itu sendiri.
            Hasil penelitian Suharto (2003) menunjukan bahwa pada ternak yang diberikan ransum dengan kualitas yang baik menunjukan intensitas birahi yang lebih tinggi.Menurut Tagama (1995), sintesa hormon estrogen terjadi didalam sel-sel the kadan granuloseovarium, dimana kolesterol merupakan zat pembakal dari hormone ini, yang pembentukannya melalui beberapa proses reaksi enzimatik. Sehingga asupan nutrisi sangat berpengaruh dalam sintesis hormon-hormon reproduksi.


BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
a.       Pola makan sapi penggembalaan, sapi akan meluangkan 8-10 jam untuk merumput tetapi mempunyai fleksibilitas yang cukup untuk menyesuaikan waktu merumput dan mempertahankan jumlah pakannya ketika berhenti merumput.
b.      Sapi yang dikandangkan memiliki pola makan berkelompok, selain tingkah laku ingestif juga dipengaruhi tingkah laku social dalam kandang.
c.       Pakan dapat dibedakan menjadi 3 kelompok, yaitu:
·         Pakan hijauan atau lebih dikenal sebagai pakan tradisional,
·         Pakan yang telah diproses yang disukaioleh rata-rata ternak,
·         Pakan yang tidak disenangi.
d.      Asupan nutrisi pada pakan sapi penting bagi perkembangan hormon-hormon reproduksi sapi tersebut.

3.2 Saran
a.       Pemeliharaan sapi yang diumbar sebaiknya dilakukan dilingkungan yang bersih dan terbebas dari bibit penyakit.
b.      Sapi yang dipelihara dalam kandang pemberian pakannya harus bervariasi agar sapi tidak mudah bosan dengan pakannya tersebut.
c.       Pakan yang diberikan kepada sapi haruslah paka hijauan yang memiliki nutrisi yang tinggi.



 


DAFTAR PUSTAKA

Partodihardjo, S. 1980. Ilmu Reproduksi Hewan. Penerbit: Mutiara. Jakarta.
Suharto, K. 2003. Penampilan Potensi Reproduksi Sapi Perah Frisien Holstein
Akibat Pemberiaan Kualitas Ransum Berbeda dan Invusi Larutan
Iodium Povidun 1% Intra Uterin. Tesis Program Studi Magister
Ternak. Universitas Diponegoro. Semarang.
Tagama, T.S. 1995. Pengaruh Hormon Estrogen, Progesteron, dan Prostaglandin
Terhadap Aktivitas Birahi Sapi PO Dara. Jurnal Ilmiah Penelitian
Ternak. Grati 4: 11-17.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar