TINGKAH LAKU MAKAN SAPI SAAT PENGGEMBALAAN DAN SAAT DIDALAM
KANDANG

Disusun
Oleh :
Umi
Fadilah D1E012013
Tuti Haryati D1E012015
Fajar Juniana N D1E012016
Nur Sakhiyyah D1E012017
Nur Safri Fadilah D1E012018
R.Resita Sukma M D1E012057
Pelita D1E012067
Eni Nur ‘aeni D1E012068
Siti Nur Khasanah D1E012111
Siti Fatimah D1E012221
FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
PURWOKERTO
2013
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat_Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah tentang “Perbedaan Cara Makan Sapi
Dikandang dengan Diumbar ” dengan
tepat waktu. Makalah ini
dibuat untuk memenuhi tugas terstruktur mata kuliah Tingkah Laku Ternak.
Makalah ini
membahas tentang perbedaan yang dapat teramati pada cara makan yang
dilakukan oleh sapi. Lebih
mengeructnya lagi pada cara makan pada sapi yang dikandangkan dan sapi umbaran.
Penulis menyadari bahwa penyusunan makalah ini masih banyak kekurangan.Oleh
karena itu, kritik dan saran
yang membangun dari berbagai pihak sangat diharapkan oleh penulis demi
kesempurnaan makalah ini. Kami mengucapkan terima kasih kepada
dosen pengampu yang telah memberikan materi dan pencerahan sehingga makalah ini
dapat terlaksana dan terbentuk. Semoga makalah ini bermanfaat. Terima kasih.
Purwokerto,
18 April 2013
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR……………………………………………………………..........................i
DAFTAR
ISI……………………………………………………………………………………...ii
BAB
IPENDAHULUAN…………………………………………………………………………1
1.1 Latar
Belakang………………………………………………………………………………...1
1.2 Rumusan Masalah……………………………………………………………………………..2
1.3
Tujuan…………...…………………………………………………………….........................2
1.4
Manfaat………………………………………………………………………………………..2
BAB II
PEMBAHASAN…………………………………………………………......................3-6
BAB
III............................................................................................................................................7
3.1Kesimpulan................................................................................................................................7
3.2
Saran…………………………………………………………………………………………..7
DAFTAR
PUSTAKA……………………………………………………………………………iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Tingkah laku atau etologi hewan
praktis telah merupakan hal yang penting sejak masa prasejarah. Tingkah laku
ini dimanfaatkan oleh para pemburu dan kemudian oleh masyarakat untuk
menjinakkan hewan-hewan tersebut. Sampai pada pertengahan abad ini, para
ilmuwan di bidang pertanian tidak banyak mengenal ilmu tingkah laku hewan baik
secara praktis sebagai hal yang penting maupun sebagai hal yang dapat
dipertanggungjawabkan secara ilmiah.
Indonesia merupakan negara yang memiliki
banyak potensi dibidang pertanian, terutama pada sector peternakannya. Hal ini dilihat
dari sisi lahan yang masih melimpah untuk dijadikan lahan hijauan untuk
memproduksi pakan ternak. Sudut pandang lain juga dapat kita gunakan yaitu
banyaknya warga Indonesia yang memiliki profesi sampingan sebagai peternak walaupun
dalam skala yang kecil.
Berdasarkan potensi-potensi yang
dimiliki oleh Indonesia ini maka perlu diadakannya pengembangan yang kongkrit dibidang
peternakan. Salah satu yang dapat kita upyakan adalah dari cara peternak memberikan
pakan terhadap hewan-hewan ternak tersebut. Cara peternak memberikan pakan pada
hewan-hewan ternaknya sangat berpengaruh dengan hasil yang nantinya akan didapatkan.
Alasan semacam inilah yang mendorang
penulis untuk membuat makalah tentang perbedaan cara makan yang terjadi pada hewan
ternak khususnya sapi. Makalah ini dibuat agar mampu membantu para peteranak pada
ummnya agar mengenal tingkah laku ternaknya. Pengenalan tingkah laku ini diharapkan
dapat membantu meningkatkan hasil produksi ternak.
1.2
Rumusan Masalah
a.
Bagaimana pola tingkah laku makan sapi yang dikandang?
b.
Bagaimana pola tingkah laku makan sapi yang
diumbar?
c.
Apa
saja
dampak yang timbul
dari perbedaan tersebut?
1.3
Tujuan
a. Mahasiswa
dapat mengetahui tingkah laku cara makan sapi yang ada dikandang
b. Mahasiswa
mengetahui tingkah laku makan sapi yang diumbar
c.
Mahasiswa dapat mengaplikasikan pengetahuan
yang didapat untuk perkembangan dunia peternakan
1.4
Manfaat
a.
Mahasiswa dapat mengetahui perbedaan tingkah
laku dan pola makan sapi yang di umbar dan dalam kandang
b.
Mahasiswa dapat mengetahui jenis-jenis pakan
yang disukai oleh sapi umbaran dan sapi yang di dalam kandang
c.
Mahasiswa dapat mengetahui penyakit-penyakit
yang disebabkan oleh perbedaan pola makan
BAB II
PEMBAHASAN
Istilah tingkah laku ingestif ini
meliputi bukan hanya memakan pakan solid tetapi juga menyusui anak dan meminum
pakan cair. Mempertahankan konsumsi pakan yang cukup untuk hidup dan suksesnya
reproduksi merupakan hal yang sangat penting bagi semua spesies ternak. Karena
itu, mengerti pola tingkah laku yang digunakan oleh hewan untuk mencari,
mendapatkan, menyeleksi dan memakan pakan penting sekali untuk berhasilnya
pengembangan usaha peternakan.
Seleksi pakan pada kondisi
penggembalaan bebas sangat tergantung pada pola dasar tingkah laku ingestif.
Manusia bisa menggunakan beberapa control dengan beberapa usaha seperti
pemagaran atau pengawetan pakan pada saat persediaan pakan banyak untuk
dipergunakan pada waktu kekurangan pakan.
Dalam keadaan dikandangkan secara
intensif, seperti system potong-angkut yang umumnya berlaku di Indonesia,
manusia mengontrol kebanyakan faktor-faktor yang mempengaruhi tingkah laku
ingestif. Hal ini meliputi jenis dan jumlah pakan yang tersedia dan tempatnya,
periode waktu selama pakan tersedia bagi ternak dan kelompok social ternak yang
bersaing untuk mendapatkan pakan. Tetapi walaupun dalam keadaan yang terbatas
dan bahkan bila ternak diberi makan secara individu, faktor-faktor social
mempengaruhi tingkah laku ingestif dan jumlah pakan yang dimakan.
2.1 Pola makan sapi pada saat
penggembalaan
Ketika ternak sapi
diberi pakan dalam jumlah yang terbatas dalam waktu tertentu, mereka tidak
punya pilihan kecuali memakan semua pakan yang diberikan. Pada pemberian pakan
secara berlebihan, pola makan sehari-hari akan berkembang.
Pada sapi dengan penggembalaan sub-tropis,
periode merumput terjadi paling banyak ketika rumen diisi dengan rumput yang
baru dan hal ini terjadi menjelang pagi sampai pagi, senja sampai matahari
terbenam dengan satu periode lebih singkat kira-kira tengah malam. Periode 24
jam dibagi secara jelas menjadi periode merumput, mengunyah dan beristirahat.
Di daerah tropis, siklus merumput biasanya sebaliknya. Pada waktu tengah hari
yang panas, sapi beristirahat di bawah naungan atau dekat tempat air dan
terdapat periode merumput yang panjang pada malam hari. Sapi berhenti merumput
pada saat dia kepanasan, terutama bagi sapi yang berasal dari daerah
sub-tropis. Di daerah tropis, sapi yang di tempatkan dalam kandang tertutup
pada malam hari tanpa persediaan pakan atau air, konsumsi pakannya sering
menurun secara nyata, terutama pada sapi yang mempunyai adaptasi yang kurang
baik yang berasal dari daerah sub-tropis seperti sapi Frisiean Holstein, yang
tidak diberi pakan selama hari panas.
Secara umum, sapi meluangkan waktu
8-10 jam untuk merumput, tetapi mempunyai fleksibilitas yang cukup untuk
menyesuaikan waktu merumput untuk mempertahankan jumlah pakan yang dimakan pada
periode banyak angin dan hujan, cuaca panas ketika merumput terhenti. Mereka
juga bisa mengatasi peningkatan kebutuhan fisiologis dari periode akhir
kebuntingan dan laktasi apda beberapa keadaan yang beda.
Dalam keadaan cuaca panas dan
lembab, aktivitas makan sapi tertinggi pada waktu suhu udara lebih rendah yaitu
pada pagi hari. Terdapat suatu hal yang menarik tetapi tidak ada pengamatan
yang pasti yang menyatakan bahwa domba dan sapi bisa meramalkan keadaan
panas yang akan terjadi dan dengan demikian mereka merumput lebih dini
dalam satu hari di bandingkan dengan tipe Zebu yang mempunyai daya adaptasi
yang lebih baik dalam keadaan panas.
2.2 Sapi yang diberi makan di
kandang dan kemudahan social dari makan
Pada system potong dan angkut,
peternak mempunyai control yang lengkap terhadap pakan apa yang dimakan oleh
sapi piaraannya dan berapa banyak yang dimakan. Dimungkinkan untuk memberi
pakan dengan komposisi yang seimbang, memotong pakan menjadi potongan kecil
untuk menghindari terbuangnya pakan tersebut dan sebagainya. Tetapi, walaupun
dalam keadaan demikian, tingkah ingestif dipengaruhi oleh tingkah laku social.
Pada saat sapi diberi makan dalam kelompok, dua factor social bisa mempengaruhi
jumlah pakan yang dikonsumsi. Tingkah laku agonistic bisa mengurangi jumlah
pakan yang dikonsumsi oleh sapi yang tidak dominan dan kemudahan social bisa
meningkatkan jumlah pakan yang dimakan tersebut. Masalah yang berhubungan
dengan sapi subordinat yaitu tidak mendapatkan cukup pakan yang dimakan atau
tidak cukup mendapat pakan dengan kualitas baik yang tidak terkontaminasi oleh
kotoran atau parasit. Cara yaing disarankan untuk mengurangi pengaruh
ini, yaitu dengan memanipulasi komposisi kelompok dan rencana kandang.
Dalam suatu penelitian, dimana para
ahli genetika ingin menggunakan keadaan pemberian pakan secara individu untuk
memilih konversi pakan yang efisien atau dimana ahli makanan ingin menggunakan
kandang metabolism individu atau calorimeter untuk mendapatkan pengukuran yang
tepat untuk pertukaran metabolism, maka kemudahan social makan harus
diperhitungkan. Ternak sapi dalam kandang metabolisme akan makan hanya 50%-60%
dari jumlah yang dimakan sapi yang dipelihara dalam kelompok.
2.3 Jenis – JenisPakan yang Disukai Sapi
Seekor ternak dapat mengontrol jumlah
pakan yang dimakan dengan cara lain, ia bisa menolak untuk memakan satu pakan atau
pakan lainnya. Ada kelompok pakan tradisional, yang dapat dimakan ternak dengan
enak, ada pula beberapa pakan lain yang bernilai gizi tinggi dan harganya murah
tetapi terbukti
dapat merasakan enaknya selama memakan pakan tersebut untuk pertama kalinya.
Kesenangan terhadap bermacam-macam prosduk pakan telah diuji
dalam 20 jenis pakan.Terlihat bahwa pakan dapat dibedakan menjadi 3 kelompok,
yaitu:
- Pakan hijauan atau lebih dikenal sebagai pakan tradisional,
- Pakan yang telah diproses yang disukai oleh rata-rata ternak, dan
- Pakan yang tidak disenangi.
Akan
tetapi, dalam beberapa keadaan (misalnya kekurangan garam), ternak akan lebih suka
memakan garam blok.
Kilgourdan
Dalton (1984) menyarankan bahwa skala ini dapat digunakan sebagai suatu dasar terhadap
pakan baru, murah dan potensi manfaatnya dapat diuji. Ada cara yang efektif untuk
membuat ternak dapat memakan pakan yang bernilai gizi tinggi dan murah tetapi baunya
tidak disukai ternak yaitu dengan menutup hidung ternak tersebut.
Memberikan masa
perkenalan bagi ternak terhadap pakan atau suplementasi yang mungkin diharapkan
untuk dimakan dalam keadaan darurat merupakan hal yang sangat berguna.Metode sederhana
dapat digunakan untuk mengecek ternak yang mana yang memakan dan tidak memakan pakan
yang baru.Hal ini bisa dikerjakan dengan menggunakan satu tempat pakan. Pada tempat
pakan ini, ternak harus menempatkan kepalanya dan menekan sepotong spons yang
diisi pewarnaatan menyentuh benang yang diwarnai.Dengan teknik ini ternak yang
cepat menangkap pelajaran dipindahkan untuk member kesempatan yang lebih lama
dan mengurangi persaingan bagimereka yang lebih ,lambat belajar. Ternak yang
lambat menangkap pelajaran mendapatkan beberapa pakan yang disenanginya untuk tetap
menjaga fungsi rumennya, sementara ternak ini lambat memulai memakan pakan yang
baru.
2.4 Penyakit yang
TimbulAkibatPolaMakan yang Salah
Timbulnya gejala
birahi yang kurang jelas pada sapi betina dikarenakan asupan pakan yang kurang memenuhi
kebutuhan, sehingga mengganggu sintesa dan regulasi hormon-hormon reproduksi
yang sangat berperan dalam gejala birahi. Kondisi peternakan yang masih tradisional
dengan cara digembalakan (umbar/angon) di daerah yang kurang subur,
mengakibatkan ternak
Kekurangan nutrisi yang sangat diperlukan oleh fisiologi reproduksi
dalam tubuh ternak tersebut. Sesuai dengan pendapat Partodihardjo (1980),
karena intensitas birahi dipengaruhi oleh hormon-hormon reproduksi, maka secara
tidak langsung angka intensitasbirahi (AIB) juga dipengaruhi oleh status
nutrisi ternak itu sendiri.
Hasil penelitian
Suharto (2003) menunjukan bahwa pada ternak yang diberikan ransum dengan kualitas
yang baik menunjukan intensitas birahi yang lebih tinggi.Menurut Tagama (1995),
sintesa hormon estrogen terjadi didalam sel-sel the kadan granuloseovarium, dimana kolesterol merupakan zat pembakal dari
hormone ini, yang pembentukannya melalui beberapa proses reaksi enzimatik.
Sehingga asupan nutrisi sangat berpengaruh dalam sintesis hormon-hormon reproduksi.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
a.
Pola
makan sapi penggembalaan, sapi akan meluangkan 8-10 jam untuk merumput tetapi mempunyai
fleksibilitas yang cukup untuk menyesuaikan waktu merumput dan mempertahankan jumlah
pakannya ketika berhenti merumput.
b.
Sapi
yang dikandangkan memiliki pola makan berkelompok, selain tingkah laku ingestif
juga dipengaruhi tingkah laku social dalam kandang.
·
Pakan
hijauan atau lebih dikenal sebagai pakan tradisional,
·
Pakan
yang telah diproses yang disukaioleh rata-rata ternak,
·
Pakan
yang tidak disenangi.
d.
Asupan
nutrisi pada pakan sapi penting bagi perkembangan hormon-hormon reproduksi sapi
tersebut.
3.2 Saran
a.
Pemeliharaan
sapi yang diumbar sebaiknya dilakukan dilingkungan yang bersih dan terbebas dari
bibit penyakit.
b.
Sapi
yang dipelihara dalam kandang pemberian pakannya harus bervariasi agar sapi tidak
mudah bosan dengan pakannya tersebut.
c.
Pakan
yang diberikan kepada sapi haruslah paka hijauan yang memiliki nutrisi yang
tinggi.
DAFTAR PUSTAKA
Partodihardjo, S. 1980. Ilmu Reproduksi Hewan. Penerbit: Mutiara. Jakarta.
Suharto, K. 2003. Penampilan
Potensi Reproduksi Sapi Perah Frisien Holstein
Akibat Pemberiaan Kualitas Ransum
Berbeda dan Invusi Larutan
Iodium Povidun 1% Intra Uterin. Tesis
Program Studi Magister
Ternak. Universitas Diponegoro. Semarang.
Tagama, T.S. 1995. Pengaruh
Hormon Estrogen, Progesteron, dan Prostaglandin
Terhadap Aktivitas Birahi Sapi PO
Dara. Jurnal
Ilmiah Penelitian
Ternak. Grati 4: 11-17.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar